Fokus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020–2024 adalah pembangunan sumber daya manusia, yang diwujudkan melalui membangun SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global. Pidato pertama Presiden RI usai dilantik sebagai presiden periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta menyatakan, pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama, membangun SDM yang pekerja keras, yang dinamis, membangun SDM yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengundang talenta-talenta global untuk bekerja sama dengan kita. Reformasi birokrasi bukan tumpukan kertas, harus lincah dan cepat yang berdampak dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
Ada dua tantangan yang dihadapi pemerintah dalam pembangunan ASN. Dari sisi internal Indeks kualitas ASN di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Oleh karena itu, pemerintah mendorong transformasi dari segi organisasi, kepegawaian, maupun sistem kerja dalam penyelenggaraan birokrasi di Indonesia. Selanjutnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat, hingga 31 Mei 2021 ada 77 aparatur sipil negara (ASN) yang telah dilaporkan ke KASN atas dugaan pelanggaran nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.
Selanjutnya dari sisi eksternal, terjadinya perubahan global menuntut perubahan cara pemerintah melakukan bisnis. Terkait hal ini, pemerintah perlu mendorong agar ASN mengembangkan diri serta menciptakan budaya inovasi di lingkungan kerjanya. Disamping itu, Pemerintah juga harus mampu memenuhi tuntutan masyarakat dalam pelayanan publik yang dapat diandalkan dan terpercaya, serta mudah dijangkau secara interaktif. Oleh karena itu, Pemerintah harus memfasilitasi partisipasi dan dialog publik di dalam perumusan kebijakan. Demi menjawab tantangan global dalam bidang birokrasi, dibutuhkan Aparatur Sipil Negara ASN) yang bertalenta dan berkriteria SMART yakni: integritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, menguasai IT dan bahasa asing, berjiwa hospitality, berjiwa entrepreneurship, dan memiliki jaringan luas. Pemenuhan ASN bertalenta dengan kriteria SMART sangat penting untuk mewujudkan visi besar Indonesia: “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia 2024”
Laporan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menunjukkan, ada 4,28 juta pegawai aparatur sipil negara (ASN) di Indonesia per semester I-2023. Mayoritas ASN tersebut merupakan pegawai negeri sipil (PNS). Tercatat, jumlah PNS di Indonesia hingga paruh pertama tahun ini mencapai 3,79 juta orang. Jumlah tersebut setara 89% dari total ASN. Sementara, jumlah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) terdapat sebanyak 487,12 ribu orang atau setara 11% dari total ASN per 30 Juni 2023 lalu. ASN daerah mendominasi sebanyak 3,32 juta orang atau sekitar 78% dari total ASN. Sementara, ASN pusat lebih sedikit hanya 953,48 ribu orang (22%). Berdasarkan gendernya, mayoritas ASN di Indonesia adalah perempuan sebanyak 2,35 juta orang (55%), sedangkan ASN laki-laki sebanyak 1,92 juta orang (45%).
Menurut tingkat pendidikannya, mayoritas ASN merupakan lulusan sarjana yaitu sebanyak 3,05 juta orang (71%). Kemudian, diikuti oleh ASN lulusan diploma 639,3 ribu orang (15%), sedangkan lulusan SD-SMA paling sedikit hanya 587,26 ribu orang (14%). Selain itu, berdasarkan kelompok usianya, mayoritas ASN berasal dari kelompok usia produktif, yaitu generasi Y atau kelahiran 1977-1994 sebanyak 2,13 juta (50%). Lalu, disusul generasi X atau kelahiran 1965-1976 sebanyak 1,73 juta orang (40%), generasi z atau kelahiran 1995-2010 sebanyak 232,5 ribu orang (5%), dan generasi baby boomer atau kelahiran 1946-1964 sebanyak 183,72 ribu orang (4%). Kemudian, menurut jenis jabatannya, jabatan fungsional menjadi jenis jabatan terbanyak di antara jenis jabatan lainnya, yaitu sebanyak 2,1 juta (49%). Kemudian, disusul oleh jenis jabatan umum atau pelaksana sebanyak 1,45 juta orang (33,87%). Untuk membangun SDM aparatur yang profesional, netral, berintegritas dan berkinerja tinggi, Pemerintah Indonesia mencanangkan manajemen ASN berbasis sistem merit dengan cara membangun SDM aparatur yang profesional, netral, berintegritas dan berkinerja tinggi untuk mewujudkan birokrasi yang berkelas dunia yang dikenal dengan sebutan manajemen talenta.
Manajemen Talenta adalah suatu pendekatan strategis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mempertahankan individu berbakat (talenta) dalam organisasi. Penerapan manajemen talenta pada ASN bertujuan untuk menjamin keberlanjutan dan peningkatan kualitas SDM pemerintahan. Hal ini meliputi identifikasi individu berbakat, pengembangan kompetensi yang sesuai, pengelolaan karier, serta pemberian insentif yang tepat. Menurut Ahuja dan Tandon (2019), manajemen talenta dapat diartikan sebagai proses menyeluruh yang melibatkan identifikasi individu berbakat, pengembangan kompetensi, pengelolaan performa, dan pengelolaan karier. Pendekatan ini mengutamakan pencocokan individu dengan peran dan tanggung jawab yang sesuai, sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Manajemen talenta memberikan banyak manfaat bagi pengembangan karir Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). Manfaat tersebut meliputi; a). Efektifitas waktu dan tenaga, b). Efisiensi anggaran, c). Meminimalisir subjektifitas dan d). Meminimalisir “politisasi”.
Manajemen Talenta merupakan faktor kunci dalam optimalisasi kinerja ASN. Melalui manajemen yang efektif, pemerintah dapat mengidentifikasi, mengembangkan, dan memanfaatkan bakat dan kompetensi ASN secara optimal. Hal ini akan berdampak positif pada peningkatan kualitas kinerja, pelayanan publik yang lebih baik, dan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen Talenta membantu dalam identifikasi dan penempatan ASN yang sesuai dengan bakat, potensi, dan kompetensinya. Dengan mengidentifikasi talenta yang ada, pemerintah dapat menempatkan ASN pada posisi yang sesuai dengan keahliannya, memungkinkan mereka untuk berkontribusi dengan maksimal. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 pada Pasal 134 menyatakan, manajemen karir ASN meliputi: 1). Persiapan, 2). Pengembangan karir, 3). Pola karir, dan 4). Rencana suksesi. Peraturan ini juga menjelaskan bahwa strategi terpenting adalah bagaimana menarik pegawai potensial untuk masuk ke dalam kelompok rencana suksesi melalui tahapan identifikasi (akuisisi), pengembangan, retensi dan penempatan (deploy).
Pengertian karier adalah suatu rangkaian promosi jabatan atau mutasi ke jabatan yang lebih tinggi dalam jenjang hierarki yang dialami oleh seorang pegawai selama masa dinasnya. Sementara pengertian pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Pada tahapan identifikasi talenta untuk masuk ke talent pool, dilakukan melalui penilaian kinerja dan penilaian potensial. Penilaian kinerja meliputi: penilaian Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), data prestasi dan penghargaan (instansional/nasional/ internasional). Sedangkan Penilaian Potensial meliputi: uji potensi berupa data pelatihan dan uji kompetensi (data expertise). Selanjutnya terkait rekam jejak, penilaian meliputi: a). Kualifikasi pendidikan, b). Pengalaman jabatan, c). Masa kerja, d). Pelatihan kepemimpinan, e). Pelatihan fungsional/teknis/soskul, dan f). Hukuman disiplin. Sementara untuk kriteria Pertimbangan Lain, aspek yang dinilai meliputi: 1). Kesesuaian kualifikasi Pendidikan, 2). Sikap, perilaku dan pengalaman kepemimpinan talenta, 3). Preferensi karir, dan 4). Pertimbangan Tim Penilai Kinerja (TPK).
Dalam mengimplementasikan manajemen talenta, pemerintah menghadapi beberapa kendala yang menyebabkan terhambatnya pencapaian tujuan strategis organisasi dan mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas. Salah satu kendala tersebut adalah kurangnya keterkaitan antara kinerja individu dengan tujuan organisasi. Seorang ASN sering kali hanya fokus pada penyelesaian tugas-tugas rutin tanpa memperhatikan bagaimana kontribusinya terhadap pencapaian tujuan strategis lembaga, seperti meningkatkan pelayanan publik atau efisiensi penggunaan anggaran. Berikutnya, kurangnya minat dan motivasi ASN dalam mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan (Diklat). Hal ini terjadi karena tidak adanya sistem penghargaan dan sanksi bagi ASN yang mengikuti atau tidak mengikuti diklat, sehingga ASN menganggap “remeh” program diklat tersebut. Sementara pada sisi yang lain, instansi pemerintahan dan perangkat daerah juga tidak mengalokasikan anggaran yang cukup bagi kegiatan pengembangan kompetensi ASN. Selanjutnya, kurangnya insentif untuk meningkatkan kinerja ASN. Hal ini terjadi akibat dari sistem penghargaan dan promosi ASN yang tidak transparan dan tidak memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja. Praktik ini ditemukan hampir di semua lembaga pemerintah di seluruh Indonesia.
Pada masa yang akan datang, agar tercapai pelayanan publik yang efektif dan efisien, diperlukan sistem penilaian kinerja yang komprehensif dan terintegrasi dengan tujuan organisasi. Selain itu, juga diperlukan diklat yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan kompetensi ASN. Berikutnya, penting untuk menerapkan sistem penghargaan dan sanksi yang jelas, sehingga dapat memotivasi dan mendorong pencapaian kinerja yang optimal. Dan yang tidak kalah penting, diperlukan pemanfaatan teknologi seperti e-Kinerja dan evaluasi berkala untuk memastikan peningkatan kinerja ASN yang pada akhirnya akan menghasilkan pelayanan publik berkualitas dan dapat memenuhi harapan serta kebutuhan Masyarakat.
Penulis: Dr. Made Agus Sugianto
Analis Kebijakan Bidang Ekonomi dan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung.