Kebijakan Pemajuan Kebudayaan di Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau memiliki beranekaragam budaya. Setiap wilayah mempunyai ciri khas budaya sebagai cermin sejarah, adat istiadat, dan sistem nilai yang dihormati masyarakatnya. Namun demikian, arus modernisasi cenderung membuat praktik budaya seperti musik tradisional, memasak dengan periuk, dan permainan tradisional anak-anak sudah dianggap ketinggalan zaman. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan mendefinisikan kebudayaan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat. Kebudayaan Nasional Indonesia adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar-Kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Hal ini diwujudkan pada sepuluh Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional,seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional. Peraturan ini juga menyatakan bahwa Pemajuan Kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia ditengah peradaban dunia melalui: perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan. Obyek pemajuan kebudayaan antara lain: tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, Bahasa, permainan rakyat dan olahraga
Pidato Presiden Joko Widodo pada bulan Februari 2017 menyatakan bahwa Indonesia butuh waktu 20-50 tahun untuk mengejar negara-negara industri, untuk mencapainya membutuhkan upaya yang luar biasa. Mengingat kondisi tersebut, agar bisa bersaing di kancah global, bangsa kita butuh modal utama, salah satunya adalah menjadikan seni dan kebudayaan sebagai core bisnis. Investasi di bidang kebudayaan diharapkan bisa berguna dalam meningkatkan harkat/martabat dan ekspresi serta menggerakkan ekonomi kerakyatan. Oleh sebab itu, pengetahuan tradisional (local knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom) sebagai penjelmaan nilai-nilai sosial budaya komunitas, harus menjadi pertimbangan dalam proses perencanaan serta penyusunan kebijakan dan program pembangunan nasional. Pengarusutamaan sosial-budaya ini bertujuan dan berorientasi pada penghargaan atas khazanah budaya masyarakat, sekaligus upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan bangsa.
Pengarusutamaan modal sosial budaya merupakan internalisasi nilai dan pendayagunaan kekayaan budaya untuk mendukung seluruh proses Pembangunan. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 Ayat (1) yang menyatakan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai – nilai budayanya. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pada Pasal 43 dan 44 juga menyatakan bahwa dalam pemajuan kebudayaan, pemerintah pusat dan daerah bertugas menghidupkan dan menjaga ekosistem kebudayaan yang berkelanjutan. Peraturan ini menitik beratkan paradigma baru tentang bagaimana negara menempatkan, mengurus dan melayani kebudayaan di Indonesia. Peraturan ini tentunya menjadi pondasi bagi seluruh kebijakan dan aksi dalam rencana membangun kebudayaan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan pada Pasal 17 ayat (1) menyatakan Inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan terdiri atas tahapan: a).pencatatan dan pendokumentasian; b).penetapan; dan c).pemutakhiran data. Selanjutnya pada ayat (2), Inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan dilakukan melalui Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu. Demikian pula Pasal 37 juga menyatakan bahwa pengamanan Objek Pemajuan Kebudayaan dengan cara mewariskan Objek Pemajuan Kebudayaan kepada generasi berikutnya dilakukan melalui: 1).Penetapan Objek Pemajuan Kebudayaan menjadi cagar budaya dan/atau warisan budaya tak benda Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 2).Perlindungan kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Visi Pemajuan Kebudayaan yang tercantum pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2020 – 2024 adalah Indonesia bahagia berlandaskan keanekaragaman budaya yang mencerdaskan, mendamaikan dan mensejahterakan. Untuk mewujudkan visi tersebut, pemerintah mengambil beberapa langkah strategis, yaitu; 1).Menyediakan ruang keragaman ekspresi budaya dan atraksi untuk penguatan kebudayaan yang inklusif; 2).Perlindungan dan pengembangan nilai, ekspresi dan praktik kebudayaan tradisional; 3).Pengembangan dan pemanfaatan kekayaan budaya untuk penguatan Indonesia di dunia internasional; 4).Pemanfaatan OPK untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; 5).Pemajuan kebudayaan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem; 6).Reformasi kelembagaan dan penganggaran kebudayaan; dan 7). Pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan.
Asas pemajuan kebudayaan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017, meliputi; a).Manfaat; b).Partisipatif; c).Lintas Wilayah; d).Kelokalan; e).Toleransi; f).Keberagaman; g).Keberlanjutan; h).Keterpaduan; i).Kesederajatan; j).Kebebasan Berekspresi dan k).Gotong Royong. Pelaksanaan terhadap asas tersebut dilakukan dengan cara meningkatkan ketahanan budaya, dan kontribusi budaya Indonesia ditengah peradaban dunia dengan berpedoman pada pokok-pokok pikiran kebudayaan provinsi/kabupaten/kota, strategi kebudayaan, dan rencana induk pemajuan kebudayaan. Pemajuan kebudayaan hanya dapat dikelola dengan perencanaan yang terpadu dan berakar pada kebutuhan masyarakat oleh karena itu dibutuhkan peran semua pihak.
Salah satu instrumen yang dapat memberikan gambaran kemajuan pembangunan kebudayaan, serta menjadi acuan dalam koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan pemajuan kebudayaan adalah Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK). Instrumen ini menilai beberapa dimensi meliputi; a).Dimensi Ekonomi Budaya, b).Dimensi Pendidikan, c).Dimensi Ketahanan Sosial Budaya, d).Dimensi Warisan Budaya, e).Dimensi Ekspresi Budaya, f).Dimensi Budaya Literasi, dan g).Dimensi Gender.
Hasil Perhitungan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) tahun 2022 memperoleh skor 55,13 poin, dimana Dimensi Pendidikan memiliki capaian nilai tertinggi, sementara Dimensi Ekonomi Budaya adalah yang terendah. Dua provinsi dengan skor tertinggi adalah D.I Yogyakarta dan Bali, disusul oleh Jawa Tengah di posisi ketiga. Jika dilihat dari peningkatan peringkat, Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan peningkatan peringkat tertinggi, dari peringkat 14 menjadi peringkat 5. Berdasarkan kriteria capaian, IPK Nasional masih berada pada level Cukup. Begitu pula di level provinsi, mayoritas (32 provinsi) masuk kriteria yang sama. Hanya Provinsi D.I Yogyakarta dan Bali yang masuk kriteria Baik. Di level dimensi, Dimensi Pendidikan dan Dimensi Ketahanan Sosial Budaya masuk kriteria Baik pada skor IPK Nasional. Indeks Pembangunan Kebudayaan diharapkan dapat membantu dalam merancang kebijakan pembangunan kebudayaan yang sesuai dengan latar belakang budaya lokal di berbagai daerah sehingga kebijakan pembangunan kebudayaan dapat menjadi lebih terarah dan berkualitas.
Beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah dalam pemajuan kebudayaan, antara lain: 1).Penguatan identitas primordial dan sentimen sektarian yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial dan budaya masyarakat. 2).Meredupnya khazanah tradisi dalam gelombang modernitas. 3).Disrupsi teknologi informatika yang belum berhasil dipimpin oleh kepentingan konsolidasi kebudayaan nasional. 4).Pertukaran budaya yang timpang dalam tatanan global, menjadikan Indonesia hanya sebagai konsumen budaya dunia. 5).Belum adanya jalan keluar dari Pembangunan yang merusak lingkungan hidup dan pengaruh negatif terhadap kebudayaan lokal. 6).Belum optimalnya tata kelembagaan bidang kebudayaan. 7).Desain kebijakan budaya belum memudahkan masyarakat untuk memajukan kebudayaan.
Pemajuan Kebudayaan salah satu asasnya adalah “keterpaduan”, dalam arti dilaksanakan secara terhubung dan terkoordinasi lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Dengan menjalankan kerja sama itu, kita mewujudkan amanat undang-undang pemajuan kebudayaan, yaitu menjadikan kebudayaan sebagai “haluan pembangunan nasional”, sehingga terwujud cita-cita membangun manusia Indonesia yang unggul, berdaya saing dan berkarakter.
Ke depan, perlu dilakukan integrasi pelestarian warisan budaya dalam program pembangunan, yaitu dengan memasukkan upaya perlindungan itu ke dalam strategi pembangunan sehingga menghasilkan keuntungan ekonomi dan sosial (Sustainable development) dan mengintegrasikan upaya pelestarian warisan budaya dalam proyek investasi di kota dan pariwisata. Mengintegrasikan pelestarian warisan budaya dalam program pembangunan berarti pelestarian harus lebih terbuka (inklusif) dan dilakukan dengan pengelolaan yang handal (value-led heritage management) dengan melibatkan banyak pihak (public-private partnership), sehingga pembangunan justru akan menjadi upaya pelindungan. Disamping itu, aset budaya adalah sumber daya yang memiliki nilai ekonomi, sehingga harus dipertahankan. Yang lebih penting, nilai ekonomi itu dapat dimanfaatkan dan dimaksimalkan melalui kebijakan pelestarian dan penentuan harga (pricing) yang tepat. Oleh karena itu, warisan budaya harus terus dilindungi melalui kegiatan kreativitas seni agar nilainya tidak merosot. Selanjutnya, diperlukan pemanfaatan Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK) dalam kegiatan sosial ekonomi, dan politik yang melibatkan pengrajin, pelaku budaya, organisasi perangkat daerah bidang UMKM, online shop, termasuk pelaku seni. Sementara dari aspek pendidikan, diperlukan peningkatan pengembangan kurikulum pengajaran Bahasa dan Sastra daerah dengan melibatkan budayawan, badan bahasa, akademisi. Semua upaya pemajuan kebudayaan melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan untuk mewujudkan Prinsip Trisakti yaitu berdaulat secara politik, berdaulat secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Penulis: Dr. Made Agus Sugianto
Analis Kebijakan Bidang Ekonomi Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung.