Top Three Things – 23 Oktober 2025

Global

Pasar saham Amerika Serikat ditutup melemah (S&P: -0,5%; NASDAQ: -0,9%; Dow Jones: -0,7%), sementara indeks DXY bergerak mendatar dan imbal hasil obligasi pemerintah AS (UST yield) sedikit menurun. Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) di bawah Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi tambahan terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil, sebagai respons atas “kurangnya komitmen serius Rusia terhadap proses perdamaian untuk mengakhiri perang di Ukraina.” Harga minyak Brent dan WTI naik sekitar 2% setelah pengumuman tersebut. Minimnya rilis data ekonomi AS serta diberlakukannya masa tenang (blackout period) komunikasi The Fed membuat pasar bergantung pada laporan keuangan emiten dan pernyataan pejabat pemerintah. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam wawancara dengan Fox News menyebutkan bahwa perekonomian AS masih dalam kondisi baik dan bahwa harga properti merupakan lagging indicator. Ia juga memperkirakan inflasi (CPI) akan menurun dalam beberapa bulan mendatang. Terkait hubungan dagang dengan Tiongkok, Bessent menyampaikan bahwa ia akan bertemu dengan pejabat setempat pada akhir pekan ini dan menegaskan bahwa “semua opsi tetap terbuka” dalam hal kebijakan perdagangan. Di Asia, Bank Indonesia kembali mengejutkan pasar dengan mempertahankan suku bunga acuannya, sekaligus menegaskan bahwa ruang pelonggaran moneter masih terbuka. Kami memperkirakan adanya potensi tambahan penurunan suku bunga sebesar 50 bps hingga akhir tahun ini.

Fokus hari ini

Rilis data ekonomi hari ini mencakup inflasi (CPI) September Singapura, produksi industri September Taiwan, inflasi September Hong Kong, serta consumer confidence awal Oktober kawasan Eurozone. Bank of Korea juga akan menggelar rapat kebijakan hari ini, dengan konsensus memperkirakan tidak ada perubahan suku bunga. Di Amerika Serikat, rilis data initial jobless claims dan Chicago Fed National Activity Index berpotensi tertunda, sementara data penjualan rumah eksisting bulan September tetap dijadwalkan untuk dirilis.

Indonesia

Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuannya di level 4,75% pada pertemuan Oktober, mengejutkan ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 25 bps. Namun, BI tetap menegaskan sikap kebijakan yang “all-out pro growth.” Setelah menurunkan suku bunga selama tiga bulan berturut-turut, BI memilih untuk melakukan jeda sembari memperkuat insentif likuiditas makroprudensial (KLM) mulai 1 Desember 2026. Kebijakan ini memberikan insentif bagi bank yang menurunkan suku bunga kredit serta memperluas operasi pasar uang. BI mempertahankan proyeksi pertumbuhan dan inflasi, dengan memperkirakan pertumbuhan PDB tahun 2025 sedikit di atas titik tengah kisaran 4,6–5,4% dan inflasi tetap dalam kisaran target 1,5–3,5%. Namun, BI mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi masih di bawah potensinya, dengan pertumbuhan kredit melambat menjadi 7,7% (YoY) pada September. Grup kami memperkirakan BI akan kembali menurunkan suku bunga sebesar total 50 bps menjadi 4,25% pada akhir 2025, meskipun waktu pelaksanaannya berpotensi bergeser ke awal 2026 akibat volatilitas rupiah dan arus keluar portofolio yang masih tinggi.

Disclaimer ON

Avatar photo

Makpi Support

Articles: 747