Global
Wall Street ditutup menguat tipis semalam meski ketidakpastian politik kembali meningkat. Imbal hasil UST tenor 10 tahun melemah ke sekitar 4,08%, sementara harga minyak Brent turun ke kisaran USD65,5 per barel. Pemerintah federal AS resmi memasuki fase shutdown pada tengah malam 30 September setelah Senat gagal meloloskan continuing resolution. RUU yang didukung Partai Republik gagal dengan perolehan suara 55–45, dengan perdebatan utama terkait alokasi belanja kesehatan. Partai Demokrat mendorong perpanjangan kredit pajak ACA dan menolak pemangkasan yang diusulkan terhadap Medicaid maupun lembaga kesehatan lainnya. Akibatnya, fungsi pemerintahan non-esensial terhenti, dengan Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan hingga 750 ribu pegawai federal akan dirumahkan sementara. Kekhawatiran juga muncul terkait potensi keterlambatan publikasi data resmi, termasuk dari Biro Statistik Tenaga Kerja. Dari sisi data, laporan ADP untuk September menunjukkan penurunan 32 ribu lapangan kerja sektor swasta, jauh di bawah ekspektasi kenaikan 51 ribu, sementara data bulan sebelumnya direvisi lebih rendah. Dikombinasikan dengan survei JOLTS awal pekan ini serta revisi signifikan pada data benchmark payroll untuk periode 12 bulan hingga Maret 2025, indikator-indikator ini menegaskan bahwa pasar tenaga kerja AS mulai kehilangan momentum.
Fokus hari ini
Korea Selatan pagi ini merilis data inflasi September, dengan inflasi utama naik menjadi 2,1% YoY dari 1,7% pada Agustus, melampaui perkiraan. Inflasi inti juga meningkat menjadi 2,0% YoY dari 1,3%, sesuai dengan ekspektasi. Agenda data di Asia hari ini relatif ringan, mencakup data penjualan ritel Hong Kong, indeks kepercayaan konsumen Jepang, serta PMI dan indeks sektor elektronik Singapura. Sementara itu, Uni Eropa dijadwalkan merilis data tingkat pengangguran.
Indonesia
Kinerja perdagangan Indonesia pada Agustus kembali lebih lemah dari perkiraan, bertepatan dengan penerapan tarif resiprokal AS. Pertumbuhan ekspor melambat menjadi 5,8% YoY dari 9,9% pada Juli, sementara kontraksi impor semakin dalam. Meski demikian, surplus perdagangan melebar menjadi USD5,5 miliar dari USD4,2 miliar. Berdasarkan negara tujuan, ekspor ke AS turun tajam menjadi 3,0% pada Agustus dari 43,6% di Juli, sejalan dengan ekspektasi setelah implementasi tarif pada 7 Agustus. Pelemahan ini sebagian tertutupi oleh penguatan ekspor ke Tiongkok yang naik menjadi 12,2% dari 5,5%, menopang pertumbuhan ekspor non-AS. Dari sisi harga, inflasi utama naik menjadi 2,7% YoY pada September dari 2,3% di Agustus, lebih tinggi dari perkiraan (Konsensus: 2,5%; OCBC: 2,6%). Inflasi inti tetap stabil di 2,2% YoY, tidak berubah dari bulan sebelumnya. Grup kami tetap mempertahankan proyeksi inflasi utama rata-rata 2,0% untuk sepanjang 2025, dengan potensi kenaikan moderat menjadi 3,0% pada kuartal IV-2025 seiring dengan meningkatnya harga pangan.
Disclaimer ON