Top Three Things – 18 Juni 2025

Global

Sentimen tetap rapuh seiring ketegangan antara Israel dan Iran yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Pasar AS tidak mendapat ketenangan dari peringatan verbal Presiden Trump bahwa “kesabaran Amerika mulai habis”, yang justru menambah kegelisahan investor. Harga minyak kembali naik karena meningkatnya risiko geopolitik, sementara indeks saham AS ditutup melemah. Kekhawatiran pasar bertambah setelah data penjualan ritel AS lebih lemah dari perkiraan. Penjualan ritel turun 0,9% (MoM) pada Mei—penurunan terbesar sejak Januari—setelah revisi penurunan 0,1% pada April. Penurunan ini bersifat luas: penjualan di dealer mobil dan suku cadang anjlok 3,5%, sementara penerimaan di SPBU turun 2,0%, sebagian disebabkan oleh harga minyak yang lebih rendah pada Mei. Belanja di sektor makanan dan minuman—indikator konsumsi —turun 0,9%, mencerminkan meningkatnya kehati-hatian rumah tangga. Meski begitu, kelompok kontrol (penjualan ritel tanpa otomotif, bensin, material bangunan, dan layanan makanan) naik 0,4% pada Mei, setelah turun 0,1% pada April, didukung oleh kenaikan pada pakaian, furnitur, dan perlengkapan olahraga. Meski konsumsi melemah, model GDPNow dari Federal Reserve Atlanta memperkirakan pertumbuhan PDB AS kuartal II sebesar 3,5% (tahunan), didorong oleh pembalikan hambatan dari sisi impor. Harga impor—tidak termasuk bahan bakar dan makanan—naik 0,4% pada Mei setelah kenaikan 0,5% di April, kemungkinan mencerminkan pelemahan dolar AS baru-baru ini. Namun, output pabrik—di luar kendaraan bermotor—turun 0,3%, menunjukkan momentum sektor manufaktur masih belum merata. Di Uni Eropa, sentimen investor erman meningkat lebih tinggi dari perkiraan. Indeks Sentimen Ekonomi ZEW melonjak ke 47,5 pada Juni dari 25,2 pada Mei, didorong oleh membaiknya ekspektasi rencana ekspansi fiskal oleh pemerintahan baru dan penurunan suku bunga oleh ECB. Prospek Jerman membaik, dengan sebagian besar analis memperkirakan ekonomi akan kembali tumbuh tahun ini setelah dua tahun berturut-turut mengalami kontraksi. Di Asia, Bank of Japan (BoJ) mempertahankan suku bunga kebijakan di 0,50% untuk pertemuan ketiga berturut-turut, sesuai ekspektasi. BoJ juga mengumumkan pelambatan laju pengurangan pembelian obligasi—dari JPY400 miliar menjadi JPY200 miliar per kuartal—mulai April 2026 hingga Maret 2027. Pada Maret 2027, total kepemilikan JGB diperkirakan turun menjadi sekitar JPY490 triliun, setara 44% dari total obligasi pemerintah yang beredar. Gubernur BoJ Ueda menyatakan bahwa suku bunga dapat dinaikkan jika peluang mencapai target inflasi 2% meningkat, mengingat suku bunga riil masih sangat negatif.

Fokus hari ini

Perhatian investor hari ini akan tertuju pada keputusan FOMC. Rilis data penting lainnya meliputi inflasi Inggris (CPI) dan angka perumahan AS, yang berpotensi memberi sinyal arah kebijakan selanjutnya.

Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan pada Selasa (17 Juni) bahwa APBN mencatat defisit sebesar Rp21,0 triliun, atau 0,09% dari PDB, hingga akhir Mei 2025. Pendapatan negara mencapai Rp999,3 triliun, turun 11,4% (YoY) dan setara 33,1% dari target. Belanja negara juga turun 11,3% (YoY), mencapai Rp1.016,3 triliun, atau 28,1% dari target. Dalam konferensi pers yang sama, Kementerian Keuangan menegaskan bahwa APBN akan tetap digunakan sebagai instrumen counter-cyclical untuk mengantisipasi risiko perlambatan ekonomi. Sri Mulyani menambahkan bahwa pemerintah terus memantau risiko eksternal dari volatilitas pasar komoditas dan keuangan global, serta ketegangan geopolitik.

Disclaimer ON

Avatar photo

Makpi Support

Articles: 582