HUKUM
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sudah sejak awal 2025 menyelidiki unsur tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung Whoosh. Proyek ini menghabiskan biaya sekitar USD 7,27 miliar atau sekitar Rp 118 triliun. Banyak kalangan, termasuk mantan Menko Polkam Mahfud MD, menuding ada korupsi dalam proyek tersebut. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, mengaku belum bisa mengungkapkan siapa saja orang yang akan diminta keterangan. Anggota Komisi III DPR Abdullah menilai, langkah KPK tersebut sangat penting untuk menjawab keresahan publik soal dugaan mark up proyek Whoosh.
Sementara itu, mantan Presiden Jokowi turut merespons keriuhan soal beban utang yang mencekik beberapa BUMN yang mengoperasikan Whoosh. Dia menyatakan bahwa Whoosh bukan semata proyek bisnis, melainkan bagian dari solusi jangka panjang untuk mengurai kemacetan parah di kawasan Jakarta, Jabodetabek, dan Bandung. Jokowi yang menginisiasi Whoosh menyatakan bahwa prinsip dasar transportasi massal adalah layanan publik, bukan mencari keuntungan finansial, tapi keuntungan sosial.
EKONOMI
1. Menkop UKM Ferry Juliantono mengatakan, PT Agrinas Pangan yang menggandeng TNI akan membantu pembangunan Kopdes Merah Putih. Saat ini, kata dia, bank-bank BUMN (Himbara) harus berkomunikasi dengan Agrinas untuk mencairkan platform kegiatan pembangunan investasi gudang, gerai, dan sebagainya. Selain dibina Agrinas, kopdes yang sudah beroperasi juga tetap akan difasilitasi pemerintah dari sisi pendampingan dan pembuatan proposal bisnis. Saat ini sudah ada 100 kopdes yang beroperasi terbatas. Ditargetkan tahun ini akan dibangun 2.400 gerai kopdes.
Perihal dana, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, Kopdes Merah Putih sudah bisa mengakses kredit ke Himbara, yang telah disiapkan Rp 240 triliun untuk beberapa tahun. Ia tak menjelaskan asal dana Rp 240 triliun itu. Namun, menurut dia, dana untuk Kopdes Merah Putih berasal dari penempatan uang pemerintah di Himbara Rp 200 triliun, dan alokasi anggaran dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2025 yang telah disiapkan sejak Menkeu Sri Mulyani sebesar Rp 16 triliun.
2. Center of Economic and Law Studies (Celios) mengkritik kebijakan baru pemerintah yang membuka peluang bagi pemerintah daerah (pemda) untuk mengajukan pinjaman ke pemerintah pusat. Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira menilai, kebijakan yang diatur PP No. 38/2025 itu tak konsisten dengan upaya efisiensi yang memangkas Transfer ke Daerah (TKD) hingga 24,7%. Padahal 41,3% pemda berstatus fiskal rentan. Ketika pemda sedang tertekan, pemerintah pusat justru memberi fasilitas pinjaman. Ini, kata dia, merupakan jebakan utang.
Direktur Publik Celios, Media Wahyudi menambahkan, dampak lainnya adalah semakin sempitnya ruang fiskal pemda untuk pelayanan publik. Untuk menutup kekurangan, pemda kemungkinan menaikkan pajak dan retribusi daerah yang akan ditanggung kelas menengah yang saat ini sudah kesulitan. Kebijakan ini mencederai semangat otonomi daerah dan kemandirian fiskal daerah. Daerah kehilangan posisinya sebagai entitas otonom yang menentukan arah pembangunan berdasarkan kebutuhan lokal. Ini juga menunjukkan gejala resentralisasi fiskal, kekuasaan fiskal kembali terpusat di tangan presiden.
Presiden Prabowo telah menandatangani PP No. 38/2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat yang diundangkan 10 September lalu. Aturan ini bertujuan mendukung program pemerintah pusat yang dijalankan Pemda, BUMN, dan BUMD, di beberapa bidang. Syarat untuk memperoleh pinjaman dari pusat antara lain jumlah sisa pembiayaan utang daerah ditambah pembiayaan utang yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah pendapatan APBD tahun sebelumnya, memiliki rasio keuangan untuk mengembalikan pembiayaan utang daerah paling sedikit 2,5%.
3. Menkeu Purbaya mengungkapkan, selama ini ada pihak yang menahan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% saja karena khawatir ekonomi panas. Pertumbuhan 7-8% dalam beberapa tahun, menurut dia, tak akan menyebabkan demand pull inflation karena pengangguran masih banyak. Oleh karena itu, ia menargetkan perekonomian mampu tumbuh di atas 5,5% (yoy) pada kuartal IV-2025. Capaian tersebut akan membuat ekonomi secara full year tumbuh di 5,2%. Ia berjanji akan menaikkan geliat ekonomi dari tahun ke tahun, misal pada 2026 tumbuh 6% (yoy). Sehingga di tahun kelima pemerintah Prabowo sudah kelihatan bayangan-bayangan ke 8%.
POLITIK
1. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik Sudaryati Deyang, kemarin menjanjikan insentif sebesar Rp 5 juta kepada pelaksana Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membuat konten positif MBG dan menjadi viral di media sosial. Alasan dia, konten itu sebagai informasi resmi untuk melawan hoaks yang menurunkan kepercayaan publik terhadap Program MBG. Namun, Kepala Biro Hukum dan Humas BGN Khairul Hidayati, hari ini mengklarifikasi bahwa janji insentif Rp 5 juta itu guyonan yang disampaikan Nanik dalam acara sosialisasi teknis pelaksanaan MBG kepada para pengelola dapur MBG di Jakarta kemarin.
2. PDIP menggelar peringatan Hari Sumpah Pemuda bersama ratusan anak muda dari berbagai kampus dan sekitar 30 komunitas muda hari ini, di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta. Ketua DPP PDIP Bidang Pemuda dan Olahraga MY Esti Wijayati menyatakan, kegiatan ini bagian dari gerakan politik untuk memberi ruang aman bagi suara anak muda lintas kampus dan komunitas. Dalam acara tersebut, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengajak para anak muda untuk berpikir kritis.
3. Raja Kesultanan Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X menyatakan bahwa Keraton Yogyakarta bisa dipimpin oleh perempuan. Dalam acara dialog kebangsaan di Yogyakarta, Minggu (26/10/2025), Sri Sultan menyatakan bahwa tidak ada aturan internal keraton yang melarang perempuan menjadi raja. Selain itu, kata dia, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Keraton Yogyakarta (DIY) termasuk bagian dari Republik Indonesia sehingga patuh dan tunduk pada aturan pemerintah. Dalam sepanjang sejarah Keraton Yogyakarta memang belum pernah ada perempuan menjadi raja. Sri Sultan beristri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mempunyai 5 orang anak yang semuanya perempuan.
TRENDING MEDSOS
Kata “ASEAN” trending di X, setelah Timor-Leste resmi bergabung pada 26 Oktober 2025 sebagai anggota ke-11 ASEAN. Masuknya Timor Leste sebagai anggota ASEAN tersebut berlangsung pada upacara pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-47 ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (26/10/2025). Peresmian keanggotaan itu mengakhiri penantian panjang Timor Leste selama 14 tahun.
HIGHLIGHTS
1. Pernyataan mantan presiden Jokowi mengenai proyek negara perihal pelayanan publik yang tidak menitikberatkan pada keuntungan finansial namun lebih memprioritaskan sisi pelayanan publik, adalah sebuah pendapat normatif yang memang sudah diketahui umum. Seluruh BUMN dan BUMD juga melakukan pelayanan publik sebagai salah satu misinya. Ada sejumlah perusahaan milik negara maupun daerah yang menanggung kerugian karena lebih memprioritaskan pelayanan publik dibanding mengejar profit. Namun demikian, sisi pelayanan itu bukan berarti toleran atau memberi ruang permakluman terhadap kerugian akibat perencanaan yang tidak matang apalagi tindakan koruptif, yang akibatnya sangat memberatkan dan berpotensi membikin bangkrut perusahaan tersebut.
2. Dari penjelasan Menteri Koperasi UKM Ferry Juliantono mengenai teknis operasional Kopdes Merah Putih terlihat ada beberapa lembaga atau instansi yang ikut cawe-cawe alias terlibat di dalamnya, tak semata Kopdes Merah Putih dibina oleh Kementerian Koperasi. Di situ ditentukan ada keterlibatan PT Agrinas Pangan yang menggandeng TNI. Mengingat Kopdes Merah Putih merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo, mungkin dalam benak perencana program tersebut, perlu dilakukan cawe-cawe dari berbagai instansi supaya kopdes cepat bergerak dan sukses.
3. Kebijakan ekonomi pemerintah belakangan ini menunjukkan arah yang makin sentralistis: dari Kopdes Merah Putih yang dikawal lembaga-lembaga negara, pinjaman pusat untuk daerah yang memperlemah otonomi fiskal, hingga ambisi pertumbuhan tinggi yang dibayangi risiko utang dan ketimpangan. Semua ini mencerminkan politik ekonomi yang menempatkan negara sebagai aktor dominan sekaligus wasit: mengatur, membiayai, dan mengendalikan. Namun tanpa transparansi dan penegakan hukum yang kuat, pola ini mudah berubah menjadi sentralisasi kekuasaan ekonomi di bawah legitimasi pembangunan, di mana hukum sekadar instrumen, bukan penjaga keadilan.
SUMBER
BRIEF UPDATE
Kerjasama MAKPI dengan BDS Alliance
Selasa, 28 Oktober 2025





