Global
Saham-saham AS ditutup melemah pada hari Jumat di tengah ketidakpastian geopolitik yang terus berlanjut. Pasar kini mencermati potensi reaksi spontan di pasar minyak menyusul serangan AS terhadap Iran pada akhir pekan lalu. Meskipun Presiden Trump menyebut serangan tersebut sebagai aksi “sekali saja” yang secara khusus menargetkan program nuklir Iran serta mengimbau Iran untuk mencari jalan damai, kami menilai intervensi ini berpotensi memicu eskalasi. Dampak jangka pendek terhadap harga minyak sangat bergantung pada respons Iran. Jika kelangsungan rezim tetap menjadi prioritas utama, maka kepemimpinan Iran dapat memilih untuk meningkatkan ketegangan meskipun harus mengorbankan ambisi nuklirnya. Dari sudut pandang keberlangsungan rezim, tampil kuat lebih penting daripada terlihat lemah, terlebih bagi pemerintahan yang sudah tidak populer secara domestik. Bagi pasar minyak global, variabel utama adalah apakah Iran akan memilih untuk menutup Selat Hormuz. Menurut analis komoditas kami, meskipun kapasitas cadangan di Timur Tengah dapat mengompensasi gangguan produksi Iran, hal tersebut tidak akan efektif jika Selat Hormuz diblokade. Para pemimpin Iran kemungkinan memandang Selat ini sebagai alat paling kuat-terutama jika senjata lain seperti rudal, drone, dan pasukan proksi gagal menahan AS dan Israel. Iran mungkin akan memilih untuk memblokade Selat jika kehilangan kemampuan ekspor minyak sepenuhnya. Perhitungan ini dapat menjelaskan mengapa Israel sejauh ini belum menargetkan infrastruktur ekspor minyak Iran. Sementara itu, Federal Reserve masih terbelah dalam pandangannya terkait arah kebijakan moneter ke depan. Dalam Laporan Kebijakan Moneter terbaru yang disampaikan kepada Kongres pada Jumat lalu, The Fed mencatat bahwa meskipun inflasi masih sedikit tinggi dan pasar tenaga kerja tetap stabil, masih terlalu dini untuk menilai dampak penuh dari tarif baru terhadap perilaku konsumen dan dunia usaha. Menjelang testimoni Ketua The Fed Jerome Powell, Gubernur Christopher Waller menyatakan dukungannya terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga mulai Juli 2025. Ia berpendapat bahwa data inflasi baru-baru ini cukup terkendali, dan bahwa tekanan inflasi akibat tarif bersifat sementara. Waller menilai masih ada ruang untuk pelonggaran moneter tanpa membahayakan stabilitas ekonomi.
Fokus minggu ini
Situasi di Timur Tengah saat ini sangat dinamis. Pasar akan mencermati langkah selanjutnya dari Iran dan Israel minggu ini, serta data flash PMI dari negara-negara maju. Ketua The Fed Jerome Powell juga dijadwalkan menyampaikan testimoni kebijakan moneternya di hadapan Kongres minggu ini.
Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa pemerintah berencana menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) yang dipimpin Rusia pada tahun ini. Perjanjian tersebut diharapkan dapat meningkatkan permintaan atas ekspor komoditas Indonesia seperti minyak sawit, kopi, dan karet alam. Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari selesainya pembahasan substansi, dan kedua pihak kini tengah menyelesaikan langkah-langkah akhir sebelum penandatanganan resmi. Nilai perdagangan antara Indonesia dan EAEU tumbuh 85% secara tahunan (YoY), mencapai USD 1,6 miliar per Maret 2025. EAEU juga merupakan salah satu pembeli utama minyak sawit Indonesia. Blok EAEU terdiri atas lima negara anggota: Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Rusia.
Disclaimer ON