Ambisi KIM Sapu Bersih Kemenangan Pilkada, Kekerasan Polisi Terhadap Warga, dan Penundaan PPN 12%

Pengantar:

Pada edisi akhir pekan ini, Brief Update menyajikan review atas peristiwa yang paling menjadi perhatian publik pada bulan November 2024.

POLITIK

Pilkada Serentak 2024 menjadi perhatian publik di bulan November ini, terutama di 5 provinsi Pulau Jawa: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, yang menjadi ajang pertarungan bergengsi parpol-parpol besar dan tokoh-tokoh berpengaruh. Di semua provinsi tersebut, parpol-parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang memenangkan kontestasi Pemilu 2024 tingkat nasional, berambisi menyapu bersih kemenangan. Di Pilgub 5 provinsi itu, dua tokoh berpengaruh dalam KIM yang punya andil besar dalam kemenangan Pemilu 2024: Prabowo Subianto dan Jokowi, terang-terangan menunjukkan endorsement kepada calon yang mereka dukung.

Ambisi sapu bersih kemenangan KIM nyaris membuahkan hasil. Berdasarkan hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei, di Jawa Timur jagoan KIM, Khofifah-Emil Dardak menang, juga di Jawa Tengah (Ahmad Luthfi-Taj Yasin), di Jawa Barat (Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan), dan Banten (Andra Soni-Achmad Dimyati). Namun di DKI Jakarta, kemenangan KIM terjegal. Ridwan Kamil-Suswono yang sudah disokong Presiden Prabowo dan Jokowi, kalah oleh Pramono Anung-Rano Karno yang diusung hanya oleh PDIP. Bagi KIM, tentu saja DKI Jakarta merupakan anomali.

Anomali di Jakarta itu tampaknya terjadi karena di sini sudah terdapat dua tokoh lokal yang mempunyai pengikut fanatik, yakni dua mantan gubernur, Ahok dan Anies Baswedan. Residu dari persaingan dua tokoh itu dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 masih membekas kuat hingga kini, yang tercermin dari “klub” pendukung fanatik: Anak Abah untuk pendukung Anies, dan Ahokers untuk pendukung Ahok. Dukungan Anies dan Ahok kepada Pramono-Rano, membawa dua “klub” fanatik yang berseteru itu bersatu dalam satu suara.

Peta politik lokal Jakarta itu tercermin dari hasil exit poll yang dilakukan Litbang Kompas. Sebanyak 60,3% pemilih mencoblos Pramono-Rano karena faktor Anies, sementara 66,7% karena faktor Ahok. Pengaruh dua tokoh tersebut terhadap sikap pemilih Jakarta, mengalahkan pengaruh dari Prabowo, Jokowi, maupun Megawati Soekarnoputri. Berbeda dengan Pilkada Jateng, dukungan Jokowi kepada Luthfi-Yasin menjadi alasan bagi 56,3% pemilih mencoblos pasangan itu, dan 58,0% memilih Luthfi-Yasin karena faktor Prabowo. Kondisi semacam di Jakarta tersebut, tidak terjadi di empat provinsi lainnya di Pulau Jawa. Jakarta memang menjadi anomali bagi Prabowo dan Jokowi.

HUKUM

Dua hari setelah kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat, Indonesia diguncang berita polisi tembak pelajar di Semarang. Gamma Rizkynata Oktafandi, siswa berprestasi di SMKN 4 Semarang, tewas ditembak Aipda Robig Zainudin, Minggu (24/11/2024) dini hari. Polisi beralasan menembak untuk mencegah tawuran. Saksi di tempat kejadian mengatakan, tak ada tanda-tanda tawuran. Dan, sebelumnya sepeda motor Gamma dan kawannya bersenggolan dengan sepeda motor si penembak.

Di hari yang sama, di Kabupaten Bangka Barat terjadi peristiwa penembakan serupa. Beni (48), seorang warga Dusun Sungkai, Desa Tugang, Kecamatan Kelapa, tewas ditembak anggota Brimob yang mengamankan perkebunan sawit milik PT Bumi Permai Lestari. Polisi mengatakan, Beni ditembak karena mencuri buah milik PT BPL. Peristiwa tersebut memicu aksi unjuk rasa warga desa. Seorang warga desa, Romi, mengatakan warga ketakutan lantaran penembakan oleh anggota Brimob yang melakukan pengamanan di PT BPL, sudah dua kali terjadi.

Tiga peristiwa terakhir di bulan November ini mengungkap fenomena kekerasan oleh aparat, terutama kepolisian. Data YLBHI, sepanjang 2019-2024 tercatat sekitar 35 peristiwa penembakan di luar proses hukum oleh aparat kepolisian, dengan korban tewas 94 orang. Sektornya membentang dari konflik kemanusiaan di Papua, kasus narkotika, oposisi politik/kebijakan, hingga konflik agraria. Meski jumlah kasusnya terbilang tinggi, namun penegakan hukumnya rendah. Dari laporan YLBHI, 80% kasus penembakan tidak jelas kelanjutannya, 9% kasus ditindaklanjuti hingga vonis, dan 10% ada tersangkanya tapi tak jelas kelanjutannya. Artinya, komitmen Polri mengusut kekerasan oleh anggotanya masih sangat rendah.

Catatan Amnesty International Indonesia lebih memprihatinkan, dari 16 Januari 2024 hingga 24 November 2024, terdapat sedikitnya 31 kasus pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) atas 31 korban. Sebagian besar kasus tersebut dilakukan oleh personel Polri, yakni 23 kasus dengan 23 korban. Dalam sebulan terakhir, setidaknya ada 8 kasus dengan 8 korban.

Kontras merilis, dalam kurun Juli 2023-Juni 2024, ada 645 kekerasan yang melibatkan polisi hingga menyebabkan 754 korban luka dan 38 korban tewas. Dari total peristiwa kekerasan itu, Polres menjadi institusi terbanyak sebagai aktor, dengan 421 peristiwa.

Semua data di atas menunjukkan ada masalah serius di tubuh Kepolisian Negara Indonesia. Rangkaian peristiwa itu mencerminkan kegagalan sistemik dalam prosedur penggunaan senjata api dan pola pikir aparat yang represif. Melihat banyaknya kasus, ini bukan lagi persoalan oknum tapi masalah sistem yang tidak bekerja semestinya. Kekerasan oleh polisi ini tidak akan berhenti selama pelaku tidak diadili, dan kinerja institusi Polri tidak diperbaiki.

EKONOMI

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar mengatakan, ada kemungkinan kenaikan PPN menjadi 12% (dari 11% saat ini) ditunda. Berdasarkan UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), kenaikan itu seharusnya diberlakukan paling lambat 1 Januari 2025. Kondisi ekonomi saat ini memang tak mendukung penerapan PPN 12% tersebut. Hampir semua ekonom melihat ancaman pemberlakuan PPN 12% terhadap ekonomi masyarakat, terutama kelas menengah dan bawah.

Luhut menilai, masyarakat mesti diberi stimulus lebih dulu melalui bansos, termasuk untuk kelas menengah, sebelum PPN 12% diberlakukan. Menurut dia, bansos yang diberikan pemerintah tidak akan berupa bantuan langsung tunai (BLT), sebab kalau dalam bentuk BLT, takutnya akan dipakai judi. Stimulus akan diberikan lewat subsidi energi listrik. Luhut memahami penolakan kenaikan PPN sebesar 1% tersebut. Tapi menurut dia, penolakan itu hanya soal sosialisasi.

Apakah pendapat Luhut itu mencerminkan pandangan pemerintah, kita tidak tahu. Tapi pandangan itu terlalu menyederhanakan persoalan. Seolah-olah dampak dari kenaikan PPN sebesar 1% tersebut bisa diredam dengan bansos. Para ekonom dan kalangan usaha sudah berulang kali menyampaikan kekhawatiran mereka mengenai dampak kenaikan PPN terhadap inflasi, menurunnya daya beli yang sekarang pun sudah terpukul, meluasnya PHK dan pengangguran, melambatnya pertumbuhan ekonomi, dan seterusnya.

Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia, Ardiman Pribadi mengatakan, PPN tidak bisa dilihat dari angka yang tertera. Ia melihat dari sektor tekstil. Dengan PPN 11% yang berlaku sekarang, konsumen sebenarnya membayar efek berantai PPN itu dari hulu ke hilir. Rantai nilai tekstil itu panjang, pembayaran pajak yang dikeluarkan oleh setiap subsektor akan dibebankan pada harga barang. Sehingga di akhir, total pajak yang mesti dibayar konsumen adalah 19,8%.

Center of Economic and Laws (Celios) menyebut, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% bukan sekadar selisih tarif 1%. Seperti pendapat Ardiman di atas, kenaikan harga barang dan jasa lebih dari angka kenaikan PPN itu. Perhitungan Celios dari basis data Susenas, kenaikan tarif menjadi 12% bisa menambah pengeluaran orang miskin dan rentan miskin sebesar Rp 153.871 per bulan. Kelas menengah harus membayar Rp 354.293 lebih mahal setiap bulannya. Kenaikan PPN membuat PDB turun Rp 65,3 triliun, dan konsumsi rumah tangga tergerus Rp 40,68 triliun.

Melihat dampak kenaikan PPN menjadi 12% yang begitu besar bagi masyarakat menengah dan miskin, program bantuan sosial, apalagi sebatas subsidi listrik apapun skemanya, tidak akan banyak membantu mereka. Bisa dibilang, kenaikan PPN yang meski hanya 1%, sesungguhnya merupakan pemiskinan struktural. Tak cukup ditunda, tapi layak dibatalkan. Apalagi PPN di Indonesia merupakan tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

Mengutip pendapat para ekonom Celios, alih-alih menaikkan PPN yang makin memiskinkan orang miskin, seharusnya orang super kaya yang dipajaki. Mengapa tidak memperjuangkan pajak kekayaan? Atau menambal kebocoran pajak? Potensi kebocoran pajak dari sektor sawit dan digital saja bisa mencapai Rp 300 triliun. Dan, masih banyak lagi jalan untuk menambah pendapatan negara tanpa membebani masyarakat miskin dan menengah dengan beban yang lebih berat lagi.

TRENDING MEDSOS

Terdapat lebih dari 20 ribu pencarian di Google mengenai kenaikan UMP 2025, setelah Presiden Prabowo Subianto menetapkan rata-rata kenaikan upah minimum buruh 2025 sebesar 6,5%, atau lebih tinggi dari rata-rata kenaikan tahun ini yang sebesar 3,6%.

SUMBER

BRIEF UPDATE
Kerjasama MAKPI dengan BDS Alliance
Sabtu, 30 November 2024

Avatar photo
Makpi Support
Articles: 392