Global
Saham-saham AS berakhir lebih tinggi pada hari Selasa, didukung oleh data ekonomi yang kuat. Namun, dengan semakin ketatnya pemilu AS, beberapa investor mempertanyakan apakah ini merupakan “tenang sebelum badai”. PMI Non-Manufaktur ISM AS naik ke level tertinggi dalam dua tahun terakhir yaitu 56 pada bulan Oktober dari 54,9 pada bulan September, didukung oleh data pekerjaan yang kuat. Subindeks ketenagakerjaan meningkat menjadi 53, angka tertinggi sejak September 2023, memperkuat pandangan bahwa data nonfarm payroll (NFP) yang mengecewakan di bulan Oktober mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat sementara. Sementara itu, defisit perdagangan AS melebar menjadi USD84,4 miliar, yang merupakan level tertinggi sejak April 2022, didorong oleh kuatnya impor—yang merupakan tanda kuatnya permintaan domestik. Di tempat lain, risalah pertemuan BoJ bulan September menunjukkan bahwa para pengambil kebijakan siap untuk terus menaikkan suku bunga jika perkiraan ekonomi dan tekanan harga sejalan dengan ekspektasi. Di Australia, RBA mempertahankan suku bunga acuannya sejalan dengan ekspektasi. Gubernur Bullock menahan diri untuk memberikan panduan ke depan, meskipun ia menegaskan keputusan saat ini “sesuai” dan menekankan ada potensi bahwa inflasi jasa akan terus berlanjut. Meskipun demikian, Bullock pun mengatakan bahwa RBA akan “siap mengambil langkah” jika kondisi ekonomi memburuk. Ia mengisyaratkan bahwa inflasi mungkin tidak perlu berada dalam target 2-3%, sehingga ini memberikan peluang bahwa suku bunga RBA dapat dipangkas pada awal tahun depan.
Fokus hari ini
Pagi ini, semua mata akan tertuju pada pemilu AS. Di sisi data, pasar akan fokus pada data perdagangan Filipina bulan September, angka inflasi bulan Oktober Thailand, Vietnam dan Taiwan, serta pesanan pabrik Jerman bulan September. Selain itu, data PMI gabungan dan jasa dari Jepang, India, dan sejumlah negara di kawasan Eropa juga akan dirilis hari ini. Di sisi bank sentral, Bank Negara Malaysia (BNM) akan mengadakan pertemuan moneter hari ini dan diantisipasi akan mempertahankan suku bunga acuannya.
Pertumbuhan 3Q-24 melemah
Pertumbuhan PDB melambat menjadi 4,9% YoY pada 3Q-24 dari 5,0% pada 2Q-24, sejalan dengan perkiraan grup kami. Dengan ini, rata-rata pertumbuhan PDB Indonesia pada 1Q-3Q-24 tumbuh positif sebesar 5,0% YoY. Permintaan domestik tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan, memberikan kontribusi sebesar 4,6 poin persentase (pp) terhadap pertumbuhan PDB dibandingkan dengan 4,2pp pada 2Q24. Kuatnya permintaan domestik tercermin pada pertumbuhan impor yang meningkat dan mencapai 11,5% YoY dari 7,8% YoY pada 2Q-24. Sementara itu, pertumbuhan ekspor sedikit lebih tinggi menjadi 9,1% dari 8,2%. Ke depan, grup kami memperkirakan pertumbuhan pada 4Q-24 berpotensi tetap lemah seperti 3Q-24, dan tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan tahunan sebesar 5,0%. Hal tersebut memberikan dorongan tambahan bagi Bank Indonesia untuk kembali memangkas suku bunga acuannya. Namun, waktu pemangkasan tersebut akan bergantung pada stabilitas IDR.
Disclaimer ON