Pengembangan Kompetensi ASN
Sumber daya aparatur merupakan faktor yang sangat strategis dalam sebuah organisasi pemerintahan. Hal ini dikarenakan aparatur menjadi aset dan potensi untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Pencapaian tujuan organisasi merupakan tanggungjawab semua aparatur di lingkungan organisasi. Sehingga, dibutuhkan upaya reformasi birokrasi dalam penataan manajemen sumber daya aparatur. Aparatur harus mampu beradaptasi di era reformasi birokrasi ini dengan terus menerus mengembangkan kompetensi agar berkualitas, berkinerja tinggi, serta profesional menjalankan peran sebagai penyelenggara negara.
Penyelenggaraan pemerintahan dan birokrasi dilaksanakan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan hirarki dan jenjang jabatan. Dengan demikian pengelolaan sumber daya aparatur merupakan hal yang mendesak untuk dilaksanakan agar diperoleh aparatur yang kompeten, profesional, berintegritas, akuntabel dan berkinerja tinggi serta sejahtera demi menyokong pencapaian pengelolaan birokrasi yang melayani.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada Pasal 21 menyebutkan bahwa hak ASN meliputi: 1).Gaji, tunjangan, dan fasilitas; 2).Cuti; 3).Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua; 4).Perlindungan; dan 5).Pengembangan kompetensi. Demikian pula pada Pasal 70 menyatakan bahwa setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengembangan kompetensi adalah Proses meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sifat-sifat positif lainnya yang dimiliki oleh individu atau kelompok untuk mencapai tingkat kinerja atau hasil yang lebih baik. Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyebutkan bahwa pengembangan kompetensi merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan rencana pengembangan karier. Pengembangan kompetensi dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun. Dari pengembangan kompetensi tersebut diharapkan tidak hanya meningkatkan keahlian personal PNS, melainkan juga dapat mendongkrak performa institusi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara, pada Pasal 21 Ayat 2 Poin f menyatakan bahwa pengembangan kompetensi masuk dalam komponen penghargaan dan pengakuan terhadap ASN. Selanjutnya Pasal 21 Ayat 8 menyebutkan, pengembangan kompetensi merupakan bagian dari pengembangan diri ASN selain Pengembangan Talenta dan Karir. Demikian pula pada pasal 49 menyatakan bahwa ASN wajib melakukan pengembangan kompetensi melalui pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan organisasi. Regulasi di atas juga menyatakan, metode pengembangan kompetensi ASN dilaksanakan secara terintegrasi dengan bidang pekerjaan, relevan dengan tuntutan organisasi, dan saling terkait dengan komponen Manajemen ASN, serta terhubung dengan Pegawai ASN lain lintas instansi pemerintah maupun dengan pihak terkait. Terkait dengan hal di atas, maka jabatan ASN menjadi sesuatu yang sangat penting, karena kejelasan jabatan tidak hanya membuat ASN menjadi fokus dengan tugas pokok dan fungsinya, tapi juga membuat mereka fokus pada pengembangan kompetensi sesuai bidang kerjanya. Selanjutnya, Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama, JPT Madya, JPT Pratama, Jabatan Administrator dan Pengawas ikut bertanggung jawab dan berperan dalam mengelola, memotivasi, dan mendukung pengembangan Pegawai ASN.
Pengembangan kompetensi ASN bertujuan; a).Menjamin Akses belajar bagi semua ASN (inklusif) secara efisien, b).Membangun ASN merdeka belajar, c).Membangun karakter ASN berdasar nilai nilai berakhlak, dan d).Menciptakan high impact learning yang mendukung transformasi ASN dan Birokrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan beberapa prinsip meliputi; 1).Menyediakan akses belajar lebih luas bagi semua ASN untuk belajar secara berkelanjutan secara efisien dan efektif; 2).Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang mampu membantu pegawai untuk memecahkan masalah, peningkatan kinerja bagi organisasi dan manfaat nyata bagi stakeholders; 3).Optimalisasi teknologi dan metode pembelajaran dengan biaya paling efisien atau tidak berbayar, dan 4).Mengedepankan cara kolaboratif baik antar instansi pemerintah maupun non pemerintah.
Berdasarkan data BKN RI, sampai dengan 1 Oktober 2023, total ASN di Indonesia berjumlah 4.432.924 orang, yang terdiri dari PNS sebanyak 3.763.313 orang (85%) dan PPPK sebanyak 669.611 orang (15%). Jenjang pendidikan terbanyak sarjana sebanyak 69%, diikuti dengan pendidikan SMA dan Diploma masing-masing 15% dan yang paling sedikit Pendidikan SD-SMP sebanyak 1%. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mengembangkan kompetensi ASN mengingat besarnya jumlah dan sebaran ASN di Indonesia. Di samping itu, dalam situasi yang terus berkembang, pemerintah menghadapi tantangan yang semakin rumit dalam lingkungan Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity (VUCA), menciptakan tantangan global yang penuh dengan ketidakpastian dan perubahan yang mendalam. Tantangan ini mencakup perubahan teknologi yang cepat, pergeseran perilaku masyarakat, dan tuntutan layanan murah dan mudah. Untuk menghadapi kompleksitas ini, pemerintah perlu mengadopsi strategi organisasi yang adaptif dan responsif. Maka dari itu, ASN dituntut memiliki skills agar sukses di Era Revolusi Industri 4.0. Skills tersebut meliputi: a).Complex problem solving, b).Critical thinking, c).Creativity, d).People management, e).Co-ordinating with other, f).Emotional intelligence, g).Judgements and decision making, h).Service orientation, i).Negotiation, dan j).Cognitive flexibility.
Tantangan lain yang juga tidak kalah penting adalah adanya kesenjangan antara kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas suatu jabatan dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena kesalahan pada saat rekrutmen dan seleksi pegawai yang kurang mempertimbangkan standar kompetensi yang dibutuhkan pada formasi jabatan yang diinginkan. Pola rekrutmen haruslah berdasarkan standar kompetensi yang dibutuhkan pada jabatan tertentu sehingga dapat mendorong terciptanya profesionalisme aparatur pemerintah.
Sejauh ini, upaya pengembangan kompetensi yang dilaksanakan oleh pemerintah belum berjalan secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah karena tidak adanya dokumen rencana pengembangan kompetensi di tiap instansi pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang PNS, pada Pasal 207 ayat (1) menyebutkan bahwa penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi instansi dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang. Dalam hal ini adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Selain itu, penyebab lain kurang optimalnya pengembangan kompetensi ASN antara lain karena; a).Budaya belajar yang rendah; b).Belajar belum berdampak secara optimal bagi perilaku ASN dan kinerja organisasi; c).Sistem yang terfragmentasi dikelola masing masing instansi dan eksklusif; d).Anggaran yang terbatas, dan e).Pengembangan kompetensi belum mendukung rencana pembangunan dan rencana strategis organisasi
Pada masa yang akan datang, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) perlu menyusun rencana pengembangan kompetensi PNS dengan standar kompetensi jabatan sebagai upaya pemenuhan hak PNS untuk mendapatkan pengembangan kompetensi 20 jam pelajaran per tahun. Selain itu, BKPSDM harus bersinergi dan lebih berperan aktif menjadi pelopor penggerak perubahan mengingat kedua instansi ini yang paling memahami pengelolaan kepegawaian di daerahnya. Pada sisi lain, dibutuhkan juga peran masing-masing perangkat daerah dalam mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi di lingkungan kerjanya. Dan yang terakhir, guna mencapai tujuan organisasi, diperlukan strategi pembelajaran yang variatif berdasarkan kebutuhan organisasi (klasikal/non klasikal) dengan metode pembelajaran baik formal maupun eksperimental yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.
Oleh: Dr. Made Agus Sugianto, SKM.,MKes
Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung Prov.Bali
Anggota Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI)
E-mail: [email protected]