MAKPI : Peran Masyarakat Sebagai Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik

Keterlibatan masyarakat terlibat dalam proses kebijakan publik, termasuk dalam penyusunan dan perencanaan pembangunan jangka panjang, menengah dan pendek keterlibatan harus dipenuhi. Penggalan pernyataan tersebut dikutip dari kuliah umum kebijakan publik yang disampaikan oleh Agustinus Subarsono, MSi., MA, Ph.D. dari Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gajah Mada dalam acara Soft Launching dan Halalbihalal Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI), Selasa, 1 Juni 2021 yang dilaksanakan secara virtual dan tanyangan live streaming di Youtube bertajuk “Kebijakan Publik Sebagai Kepentingan Publik: Peran Masyarakat Sebagai Aktor dalam Proses Kebijakan Publik”. Apa yang telah disampaikan Agustinus tersebut menerangkan bahwa masyarakat juga merupakan actor dalam proses penyusunan dan perencanaan sebuah kebijakan. Dari latar yang singkat tersebut tentu sudah menjelaskan alasan lahirnya organisasi ini.

MAKPI Menjalin Persahabatan dan Kolaborasi

Sebagai pendiri sekaligus ketua MAKPI Prof. Dr. Riant Nugroho, mengatakan semua pengalaman, pengetahuan dan kemampauan teman-teman yang tergabung dalam Mahasiswa Mini Magister Kebijakan Publik dan Rumah Reformasi Birokrasi menjadi contoh tempat belajar dan juga sebagai sebuah etalase masyarakat kebijakan publik. Tahun 1998 Riant dan teman-temannya sempat berpikir bahwa swasta-swasta serakah yang ada disekeliling kekuasaan telah menguasai segalanya dan menjadikan Indonesia jatuh. Menurutnya kebijakan Indonesia yang buruk saat itulah yang justru membuat krisis.

“Dalam pengamatan yang dilakukannya sekitar 2008-2014, negara dengan memiliki kebijakan yang hebat ternyata juga bisa hebat meski negara itu “tidak punya apa-apa” contohnya Singapura. Untuk itulah pentingnya melibatkan pakar dalam setiap pembuatan kebijakan”, ujar Riant.

Dalam paparannya berjudul “Menghadirkan Kebijakan Publik Unggul di Indonesia” Riant menjelaskan bahwa sejak 2015 – sekarang Indonesia mengalami “triplet of opacity”. Dalam kebijakan publik triplet of opacity terjadi karena reduksionistik, distorsi restrospektif, dan platonifikasi. Triplet of opacity terjadi hampir seluruh kebijakan yang ada di negara ini. Oleh karena itu triplet of opacity harus diperangi dan dihilangkan. Riant mengingatkan bahwa pada level situasi tertentu penting belajar bagaimana kebijakan Black Swan. Publik policy bukan jebakan batman sehingga tidak boleh membingungkan, dan jangan mencederai akan tetapi kebijakan publik adalah sebuah strategi.

Dalam deklarasinya Riant mengatakan bahwa MAKPI menjalin persahabatan dengan para pejabat negara, tempat saling berbagi, dan saling bertanya atas dasar persahabatan dengan menjunjung kejujuran, ketulusan, saling percaya, dan kolaborasi sehingga tidak perlu ada biaya atau cost fee. Tugas MAKPI tidak menyalah-nyalahkan pemerintah, tetapi memberi tahu dengan membuat Policy Advice kepada pemerintah sebagai masukan. Semua yang hadapi saat ini merupakan panggilan, kesempatan dan juga ancaman maka dari itu kepada seluruh anggota dan pengurus MAKPI diberi kesempatan untuk menjadikan organisasi ini sebagai pijakan berkarier, tegas Riant. Pada akhir deklarasi Riant mengajak seluruh hadirin dengan mengatakan “Mari kita bangun MAKPI untuk hebatkan Indonesia tercinta”

Kebijakan dan Pembangunan Menjamin Keseimbangan Manusia dan Alam

Setelah kuliah umum selesai, acara dilanjutkan dengan tausiah Halalbihalah yang disampaikan oleh Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, SH, MA, Deputi Bidang Kajian Kabijakan dan Inovasi Administrasi Negara – LAN RI. Dalam pesan yang disampaikan berjudul “Kebijakan Public dalam Prespektif Islam” bahwa sesungguhnya Al-Quran adalah juga sebuah kebijakan, yakni kebijakan Allah yang diturunkan melalui Rasulullah Muhammad. Al-Quran berisi pedoman (al-Huda) yang memberi petunjuk, tuntunan, panduan, dan arahan bagi seluruh kaum mukmin untuk menuju ke jalan yang telah ditunjuk Allah untuk surga. Al-Quran juga disebut sebagai An-Nuur, karena berfungsi memberikan cahaya sebagai terang dalam kegelapan. Seseorang yang hatinya gelap, tidak akan mampu menemukan suatu kebenaran di dalam hidupnya.

Definisi kebijakan publik menurut David Easton dalam buku berjudul The Political System (1953), dalam proses pembuatan kebijakan, terdapat perilaku politik untuk mengalokasikan nilai-nilai secara sah (authoritative allocation of values), artinya bahwa sebuah kebijakan tidak hanya mengatur standar perilaku yang harus ditaati oleh semua orang tetapi juga mengandung dasar-dasar filsafat, nilai dan norma yang menuntun setiap warga negara pada sebuah cita-cita berbangsa dan bernegara. Kaitannya, bahwa Al-Quran berfungsi sebagai Al-Furqon yang berarti pemisah (fashal) dan pembeda (farq), artinya Al-Quran membedakan atau memisahkan antara tauhid dengan sirik, antara haq dengan batil, antara benar dengan salah, dan antara baik dengan buruk. Oleh karena itu di dalam Al-Quran banyak berisi ayat-ayat perintah untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan.

Lantas apa tujuan kebijakan publik itu? Widodo mengkaitkannya dengan teori kesejahteraan dalam paham negara kesejahteraan (welfare state). Negara diberi sebuah instrumen disebut dengan freies ermessesn atau discretionary power, yakni hak negara untuk mengatur (menetapkan kebijakan) apapun itu sepanjang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan umum. Prinsip kesejahteraan umum ini kemudian dituangkan dalam satu adagium hukum yang berbunyi “salus populi suprema lex” artinya kesejahteraan dan keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Umumnya tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan ada dalam konstitusi negara-negara modern. Di indonesia tercantum dalam alinean ke 4 Pembukaan UUD 1945. Tujuan kesejahteraan umat juga sangat kental dalam Al-Quran seperti tertulis dalam surat QS.Shaad/38:27 “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah (sia-sia)”, bahwa apa yang kita terima dari langit dan bumi dan dari antara keduanya, seperti hujan, matahari, udara, dan lainnya merupakan sumber kehidupan dan kesejahteraan untuk umat manusia.

Dalam perspektif Al-Quran kesejahteraan tidak hanya diperuntukkan bagi umat manusia saja, tapi juga bagi seluruh mahluk ciptaan Tuhan. Salah satu prinsip kebijakan publik bahwa negara hadir di mana pun, negara tahu apapun tentang permasalahan yang dihadapi oleh warga negaranya. Al-Quran tidak memiliki orientasi kesejahteraan dalam ukuran duniawi semata seperti konsumsi, pendidikan, pelayanan publik, justru Al-Quran lebih menuntut umat manusia untuk menggapai keselamatan yaumul hisab. Merujuk pada konsep kesesahteraan dan sustainable development yang ada dalam Al-Quran, selayaknya pemerintah di seluruh dunia merumuskan kebijakan dan pembangunan yang menjamin keseimbangan antara manusia dan alam, anatara generasi saat ini dan generasi mendatang, antara kepentingan ekonomi dengan kebutuhan spiritual, pesan Widodo.

Saat ini MAKPI memiliki hampir seratus orang anggota tersebar di seluruh Indonesai dari latar profesi dan kepakaran yang beragam mulai dari ASN pusat dari berbabagi Kementerian/Lembaga, ASN daerah tingkat provinsi, ASN daerah tingkat kabupaten/kota, Akademisi, NGO atau swasta, dan juga masyarakat umum.***

sumber : suluh nusa

adminweb
adminweb
Articles: 8