Waspada Ancaman Narkoba

Sepanjang tahun 2023, Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil mengungkap 37 jaringan sindikat narkotika. Jaringan itu terdiri dari 15 sindikat narkotika nasional dan 22 jaringan sindikat narkotika internasional. BNN bersama Polri, TNI, Bea Cukai, serta para pemangku kepentingan terkait, berhasil mengungkap 910 kasus tindak pidana narkotika dan psikotropika dengan mengamankan sebanyak 1.284 tersangka. Dari hasil penangkapan tersebut, BNN menyita sejumlah barang bukti narkotika di antaranya adalah sabu sebesar 1,3 ton, sabu butir (yaba) sebanyak 61.200 butir, ganja kering seberat 1,4 ton. Ekstasi sebanyak 369.755 butir, dan ekstasi berbentuk serbuk seberat 145,4 kilogram. BNN juga telah memusnahkan 27,7 hektare ladang ganja dengan berat tanaman ganja basah mencapai 80 ton. Pengungkapan kasus narkotika dan penyitaan barang bukti ini, berhasil menyelamatkan 8.154.623 generasi penerus bangsa dari potensi ancaman penyalahgunaan narkotika.

Angka prevalensi penyalah gunaan narkotika selama tahun 2023 adalah 1,73%, artinya dari 10.000 orang penduduk Indonesia berumur 15 – 64 tahun terdapat 173 orang diantaranya terpapar narkotika atau setara dengan 3,33 juta jiwa penduduk berumur 15 – 64 tahun. Sementara itu, angka prevalensi pernah pakai penyalahgunaan narkotika sebesar 2,20%, artinya10.000 orang penduduk Indonesia berumur 15-64 tahun terdapat 220 orang diantaranya pernah terpapar narkotika atau setara dengan 4,24 juta jiwa penduduk berumur 15-64 tahun.

Narkotika (Narkotika dan Bahan Adiktif lainnya) adalah zat atau Obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Bahan adiktif lainnya adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif di luar Narkotika dan dapat menyebabkan kecanduan. Zat ini dapat mengubah struktur dan cara kerja otak pada sistem saraf pusat sehingga mengganggu daya pikir, daya ingat, konsentrasi, persepsi, perasaaan dan perilaku.

Begitu banyak pengaruh buruk akibat dari penyalahgunaan narkotika, yaitu: 1).Dapat menimbulkan Penyakit: gangguan Jiwa, TBC, Hepatitis B/C, HIV/AIDS; 2).Toleransi: dibutuhkan dosis yang semakin meningkat untuk memperoleh efek yang diinginkan; 3).Suges/Craving: dorongan yang sangat kuat untuk memakai zat kembali meskipun sudah lama tidak menggunakan; 4).Overdosis: suatu kondisi yang timbul akibat penggunaan zat dimana fungsi organ-organ tubuh terganggu yang mengancam jiwa; dan 5).Putus zat/Sakaw: kumpulan gejala yang timbul sebagai akibat berhenti atau mengurangi, jumlah zat yang biasa digunakan.

Selain itu, penyalahgunaan narkotika juga memicu kenakalan remaja berupa perilaku kekerasan dan kriminal yang menyebabkan terjadinya penahanan/penjara. Kondisi ini akan menimbulkan terjadinya krisis dalam keluarga karena keluarga mengalami disfungsi. Dampak lain yaitu sosial ekonomi, dimana uangnya habis untuk beli narkotika. Selanjutnya, dari sisi social, pengguna narkotika tidak mampu mengurus diri sendiri, sehingga yang bersangkutan dijauhi teman dan masyarakat (menimbulkan stigma), yang mengakibatkan depresi, keinginan bunuh diri, dan menarik diri dari pergaulan sosial. Sementara dari sisi akademis, yang bersangkutan akan sering bolos kuliah sehingga nilai prestasinya menurun dan akhirnya drop out.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, pada Pasal 127 menyatakan, narkotika dibagi ke dalam beberapa golongan, yaitu:

  • Golongan I: dilarang digunakan dalam pengobatan/layanan kesehatan, golongan ini digunakan terbatas untuk penelitian atas rekomendasi Kemenkes RI, contoh narkotika golongan ini antara lain: Heroin/Putaw, Ganja, Cocain, Opium, Amfetamin, Methamfetamin/Shabu, Ecstasy. Sanksi pidana terhadap penyalahgunaan narkotika ini adalah 4 tahun.
  • Golongan II: digunakan dalam pengobatan sebagai pilihan terakhir, karena bisa menyebabkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini antara lain: Morfin, Pethidin, Metadona. Sanksi pidana terhadap penyalahgunaan narkotika ini adalah 4 tahun.
  • Golongan III: digunakan dalam pengobatan dan bisa menyebabkan ketergantungan. Contohnya antara lain: Codein, Etil Morfin(dionin), dengan sangsi pidana mencapai 1 tahun.

Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan, baik secara fisik maupun psikis. Pecandu narkotika diklasifikasi menjadi: a).Coba Pakai : Penggunaan narkotika non suntik 1-4 kali dalam setahun; b).Teratur Pakai : Penggunaan narkotika non suntik 5 – 49 kali dalam setahun; c).Pecandu : Penggunaan narkotika non suntik lebih dari 49 kali dalam setahun; dan d).Penggunaan narkotika suntik 1 kali dalam setahun. Sedangkan pengertian korban penyalahgunaan narkotika adalah orang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam oleh orang lain.

Pengguna Narkotika lebih baik direhabilitasi dari pada dipenjara. Anggapan Masyarakat bahwa penyalahgunaan narkotika adalah perbuatan kriminal yang menjadi aib keluarga dan dipenjarakan serta dikucilkan, ternyata tidak menyelesaikan masalah. Penyalahgunaan narkotika adalah penyakit kronis dan kambuhan yang menyebabkan gangguan fungsi dan gangguan perilaku sehingga pecandu narkotika harus segera Wajib Lapor.

Wajib Lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Wajib lapor dilakukan pada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), antara lain: pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah

Ada dua metode rehabilitasi penyalahgunaan narkotika, yaitu voluntary dan compulsory. Voluntary rehabilitation diberikan kepada orang yang jadi korban penyalahgunaan narkotika lalu melaporkan diri ke Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk mendapat proses penyembuhan. mereka akan diassesmen sebagai pecandu, direhabilitasi secara gratis, dan tidak dituntut pidana. Sementara itu, compulsory rehabilitation diberikan untuk penyalahgunaan narkotika yang ditangkap tangan lalu direkomendasikan oleh tim asesmen terpadu untuk mendapatkan rehabilitasi. Kemudian, penyalahgunaan ini ditempatkan di pusat rehabilitasi selama proses pidananya berjalan hingga hakim memutuskan bahwa ia mendapat hukuman rehabilitasi.

Apabila ada keluarga, kerabat/tetangga sebagai penyalahgunaan narkotika, segera dilaporkan pada kader penyuluh narkotika dan pengurus RT/RW setempat, kemudian bawa pada IPWL Kemenkes, IPWL Kemensos, atau IPWL BNN. Semua komponen masyarakat harus mendukung penyalahgunaan dan keluarganya untuk direhabilitasi. Oleh karena itu, pastikan untuk mendapatkan informasi bahwa penyalahgunaan dapat dipulihkan. Dengan memenuhi proses wajib lapor, penyalahgunaan akan mendapatkan rehabilitasi dan Kartu Wajib Lapor sehingga tidak dipidanakan/proses hukum. Kartu Lapor Diri berlaku untuk 2 kali masa perawatan rehabilitasi sehingga pecandu tidak dipidanakan/proses hukum (Depenalisasi).

Ada beberapa kendala yang dihadapi pemerintah dalam mendorong penyalahgunaan narkotika untuk melakukan rehabilitasi. Kendala tersebut meliputi; a).Mindset masyarakat terhadap penyalahgunaan narkotika, b).Masyarakat belum punya budaya merehabilitasi secara sukarela karena steriotape bahwa keluarga yang kena narkotika merupakan aib, c).Masyarakat masih belum berani melapor karena takut ditangkap dan d).Masyarakat berpendapat bahwa pemenjaraan akan memberikan efek jera.

Strategi Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam pencegahan dan pemberantasan narkotika menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: 1). Soft Power Approach: yaitu upaya pencegahan, pemberdayaan masyarakat dan rehabilitasi, 2). Hard Power Approach: yaitu melalui pemberantasan/ungkap kasus tindak pidana narkotika, 3).Smart Power Approach: lewat pemanfaatan IT, media digital, dan media social, dan 4).Co-operation (kerjasama): dengan membuat Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada Tingkat National, Regional, and International.

Salah satu upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika adalah dengan Program Pencegahan Ketahanan Keluarga. Program ini diluncurkan karena terbukti secara ilmiah pola asuh yang baik menjadi faktor pelindung yang sangat kuat dalam mencegah penggunaan narkotika, perilaku negatif remaja dan gangguan perilaku lainnya. Pada tahun 2022 dan 2023 BNN memberikan pelatihan kepada keluarga di Desa Bersih Narkoba (Bersinar) tentang peningkatan komunikasi efektif orang tua anak, aktivitas anak yang lebih positif dan produktif sehingga menurunkan risiko terpapar narkotika.

Berikutnya Program Pencegahan Ketahanan Anak dan Remaja. Program ini dianggap penting karena menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, jumlah penduduk Generasi Z adalah sekitar 60 juta orang. Hal ini merupakan peluang dan tantangan bagi Indonesia, baik di masa sekarang maupun masa depan. Generasi ini berpotensi menjadi aktor dalam pembangunan, yang akan menentukan masa depan Indonesia. Program Ketahanan Diri Anak dan Remaja lebih menekankan pada melatih keterampilan softskill anak dan remaja di SMP dan SMA sederajat serta membentuk remaja teman sebaya melalui dialog interaktif di Desa Bersinar yang ada di Indonesia.

Desa/Kelurahan Bersinar adalah satuan wilayah setingkat Kelurahan/Desa yang memiliki kriteria tertentu dimana terdapat pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) yang dilakukan secara massif dengan tujuan menciptakan kondisi aman dan tertib bagi masyarakat desa/kelurahan sehingga masyarakat desa bersih dari penyalahgunaan narkotika.

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba saat ini tidak hanya di perkotaan tetapi sudah menyebar hingga pelosok desa. Bahkan kecenderungannya, sebagian besar penyalahgunaan justru terjadi di desa, baik dari masyarakat sendiri maupun pemerintah desa tidak luput dari permasalahan narkoba. Pekerja yang berada di desa seperti nelayan, pekerja tambang, pekerja kelapa sawit juga rentan akan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Desa-desa yang berada di wilayah penyangga kota, pesisir pantai hingga yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, menjadi jalur yang sangat rawan akan peredaran gelap narkoba. Selain itu, adanya program pemerintah yang fokus pada kesejahteraan masyarakat desa sehingga berdampak pada perekonomian desa yang kian meningkat, kini menjadikan desa sebagai potensi bisnis baru bagi para bandar narkoba. Oleh karena itu, diperlukan ketahanan yang kuat dari desa untuk menanggulangi permasalahan narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) akan menjadikan desa sebagai garda terdepan untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dari penyalahgunaan narkoba dan desa memiliki daya tangkal terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Penulis: Dr. Made Agus Sugianto
Analis Kebijakan Bidang Ekonomi Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Daerah Kabupaten Badung

Avatar photo

Makpi Support

Articles: 525