Pembubaran Sekolah Penggerak: Darurat Cetak Biru Pendidikan

PEMBUBARAN Program Sekolah Penggerak berdasarkan SK Mendikdasmen Nomor 14/m/2025 menjadi indikasi nyata bahwa Indonesia belum memiliki cetak biru pendidikan yang jelas dan berkelanjutan.

Program yang digadang-gadang sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan justru berakhir dengan ketidakpastian.

Padahal, program ini telah menghabiskan banyak dana serta tenaga para pendidik yang telah berkorban untuk menyesuaikan diri dengan sistem yang ditetapkan.

Pembatalan program ini bukan sekadar kegagalan teknis, tetapi juga mencerminkan ketidakseriusan pemerintah dalam merancang kebijakan pendidikan yang stabil dan berorientasi jangka panjang.

Sekolah Penggerak pertama kali diperkenalkan pada 2021, sebagai bagian dari upaya transformasi pendidikan di Indonesia.

Program ini bertujuan menciptakan ekosistem sekolah yang mampu meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pelatihan kepala sekolah, guru, serta implementasi kurikulum yang lebih fleksibel.

Namun, keputusan pemerintah menghentikan program ini menunjukkan bahwa sejak awal, perencanaannya tidak memiliki arah yang kuat dan jangka panjang.

Jika kebijakan pendidikan dapat dibatalkan begitu saja setelah menghabiskan anggaran besar, lalu bagaimana nasib sistem pendidikan ke depan?

Keputusan ini juga menandakan bahwa pendidikan di Indonesia lebih banyak dipengaruhi dinamika politik dibandingkan kebutuhan nyata dunia pendidikan.

Salah satu permasalahan utama dalam kebijakan pendidikan di Indonesia adalah belum adanya cetak biru yang jelas dan berkelanjutan. Setiap pergantian menteri, hampir selalu terjadi perubahan drastis kebijakan.

Sekolah Penggerak hanya satu contoh dari banyak program yang diperkenalkan dengan janji perbaikan sistem, tetapi akhirnya dihentikan tanpa evaluasi memadai.

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pendidikan di Indonesia sering kali bersifat reaktif dan tidak berbasis pada kajian jangka panjang.

Akibatnya, dunia pendidikan tidak memiliki arah yang jelas, dan berbagai program yang dijalankan hanya menjadi proyek sementara tanpa dampak nyata bagi peningkatan kualitas pendidikan.

Tidak adanya cetak biru pendidikan yang jelas juga berdampak pada kepercayaan para tenaga pendidik. Banyak guru dan kepala sekolah yang telah menginvestasikan waktu dan tenaga mereka untuk mengikuti program ini.

Mereka telah dilatih dengan berbagai metode baru dan menerapkan kurikulum berbeda, akhirnya diberitahu bahwa program ini dihentikan.

Ketiadaan kepastian dalam kebijakan pendidikan membuat tenaga pendidik sering kali merasa bahwa usaha mereka tidak dihargai, berdampak pada motivasi mereka dalam mengajar.

Jika kebijakan pendidikan terus berubah-ubah tanpa kejelasan, bagaimana kita bisa berharap para guru memiliki konsistensi dalam mendidik generasi penerus bangsa?

Selain itu, pembubaran Sekolah Penggerak juga menunjukkan bahwa banyak kebijakan pendidikan yang diambil tanpa koordinasi yang matang.

Program ini telah melibatkan ribuan sekolah di berbagai daerah, dengan alokasi anggaran tidak sedikit.

Jika program ini akhirnya dibatalkan, maka muncul pertanyaan tentang bagaimana dana yang telah digunakan akan dipertanggungjawabkan.

Apakah ada evaluasi transparan terkait efektivitas program ini sebelum diputuskan untuk dihentikan? Ataukah ini hanya keputusan politik tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi pendidikan di Indonesia?

Indonesia membutuhkan cetak biru pendidikan yang benar-benar berorientasi jangka panjang dan tidak mudah berubah karena pergantian kepemimpinan.

Pendidikan bukanlah proyek lima tahunan yang bisa diubah-ubah sesuai kepentingan politik. Setiap kebijakan pendidikan harus memiliki dasar kuat, berbasis pada data serta riset yang mendalam, dan harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara serius.

Jika tidak, maka dunia pendidikan akan terus menjadi ajang eksperimen tanpa hasil nyata yang bisa dirasakan oleh para siswa dan guru di lapangan.

Sebagai negara dengan populasi besar dan tantangan pendidikan yang kompleks, Indonesia tidak bisa terus-menerus bereksperimen dengan kebijakan yang tidak konsisten.

Pendidikan adalah fondasi utama bagi masa depan bangsa, dan jika pengelolaannya terus bersifat sporadis, kerugian dialami generasi muda yang sedang menempuh pendidikan.

Ketidakjelasan dalam kebijakan pendidikan juga menghambat pencapaian target pendidikan nasional, termasuk dalam persaingan global yang semakin ketat.

Pemerintah harus segera menyusun cetak biru pendidikan yang bersifat permanen, tidak mudah diintervensi perubahan politik.

Cetak biru ini harus memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan yang dibuat telah melalui perencanaan matang, memiliki target jelas, serta dapat dievaluasi secara objektif.

Selain itu, kebijakan pendidikan juga harus melibatkan para ahli, tenaga pendidik, dan masyarakat dalam proses penyusunannya agar sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.

Jika tidak, maka sistem pendidikan kita akan terus berada dalam siklus kebijakan coba-coba yang pada akhirnya tidak memberikan dampak nyata bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.

Kita harus belajar dari kesalahan dan memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan yang diambil benar-benar berlandaskan visi jangka panjang, bukan sekadar kepentingan politik sesaat.

Hanya dengan cetak biru pendidikan yang kokoh dan konsisten, Indonesia dapat membangun sistem pendidikan yang mampu menghasilkan generasi unggul dan kompetitif di masa depan.

Artikel ini telah tayang juga di kompas.com

Avatar photo

Waode Nurmuhaemin

Articles: 13