Penilaian Awal Kabinet Prabowo-Gibran, Jet Pribadi Kaesang Bukan Gratifikasi, dan Skema Subsidi BBM

Pengantar

Pada edisi akhir pekan ini, Brief Update menyajikan review atas peristiwa yang paling menjadi perhatian publik pada bulan Oktober 2024.

POLITIK

Selama 2 pekan terakhir Oktober 2024, perhatian publik terarah pada wajah baru pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Prabowo, menggantikan Jokowi. Setelah dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober lalu, Prabowo langsung mengumumkan susunan dan personel Kabinet Merah Putih (KMP). Ada 7 menteri koordinator, 41 menteri teknis/bidang, dan 5 kepala lembaga setingkat menteri. Selain itu, ada wakil menteri (wamen) di 2 kemenko, plus wamen di setiap kementerian. Ada 1 menteri punya 1 wamen, ada yang punya 2 wamen, ada pula yang punya 3 wamen. Selain itu, Prabowo juga dibantu oleh 7 orang utusan khusus, yang statusnya setara menteri.

Kesan pertama dari kabinet Prabowo-Gibran adalah gemuk. Jauh lebih “gemoy” dibandingkan kabinet Jokowi periode kedua, yakni 4 menko dan 30 menteri teknis. Alasan Prabowo membentuk kabinet gemuk itu adalah karena Indonesia negara besar dengan masalah yang begitu banyak, dan supaya pemerintah bisa fokus dalam menangani masalah. Namun, tidak bisa dipungkiri Prabowo harus mengakomodasi parpol dan kelompok relawan pendukung, plus Jokowi, sehingga kursi kabinet diperbanyak.

Hal berikutnya yang menjadi sorotan adalah jumlah menteri kabinet Jokowi yang terakhir, cukup banyak ikut masuk KMP: 17 menteri, alias 35% dari KMP. Wajar, kata pihak Prabowo, karena pemerintahan Prabowo adalah kelanjutan dari pemerintahan Jokowi. Namun, hal itu juga menunjukkan peran Jokowi masih kuat terhadap Prabowo, yang tak bisa diabaikan oleh Prabowo mengingat dia berpasangan dengan anak Jokowi, Gibran.

Jumlah kursi menteri yang makin banyak, sudah pasti menambah besar pula uang negara untuk mengongkosi pembekakan personel, operasional kementerian, program kerja, dan sebagainya. Di saat APBN selalu defisit, yang harus disumpal dengan utang, maka penambahan kementerian ini, tentu menjadi catatan tersendiri. Sejauh hasil kerja kementerian-kementerian itu kelak sesuai target atau menunjukkan kinerja baik, maka masalah biaya yang dikeluarkan, tentu dapat dimaklumi publik. Jika terjadi sebaliknya, tentu publik akan meradang.

Kementerian yang semakin banyak, menurut penilaian sejumlah pengamat, akan menyulitkan koordinasi. Tujuan membentuk kementerian yang semakin spesifik, dengan tujuan supaya fokus, justru berpotensi menimbulkan ego sektoral yang semakin kuat. Padahal banyak masalah yang harus ditangani secara keroyokan oleh lebih dari 1 kementerian. Berdasarkan pengalaman selama ini, koordinasi antarkementerian sangat lemah. Ambil contoh, keruntuhan industri tekstil, salah satunya akibat dari membanjirnya tekstil dan produk tekstil dari China secara legal maupun ilegal. Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan izin. Bea Cukai dituding longgar. Kementerian Perindustrian, yang mengurusi dunia industri, jadi kena getahnya.

Masih seputar kabinet, para menteri pun mulai mengumbar rencana kerja. Mereka bilang akan begini, begitu, dan sebagainya. Ada yang bergaya langsung tancap gas ingin melakukan ini itu, ada yang bergaya slow, mencari masukan sana-sini. Ada juga pembantu Prabowo yang sudah bikin “riuh”. Yandri Susanto yang baru sehari dilantik sebagai Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, sudah menyebar undangan dengan kop surat dan cap kementerian, untuk acara pribadi berupa haul ibundanya, dan tasyakuran. Foto undangan itu viral. Kritik pun bermunculan. Ketum PAN Zulkifli Hasan yang juga Menko Bidang Pangan, sampai mendesak Yandri, yang kader PAN, supaya minta maaf.

Keriuhan juga disulut oleh ucapan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hassan. Dia bilang seluruh produk yang diperjualbelikan di Indonesia, baik makanan, minuman, obat, kosmetik, fashion, hingga produk sembelihan, wajib memiliki sertifikat halal. Pernyataan Haikal itu memicu kritik. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengkritik. “Masak, semua yang dijualbelikan harus pakai sertifikasi halal? Bagaimana kalau membeli kambing, ayam, laptop, buku dan lain-lain? Kalau seperti itu, jadinya beragama di negara ini terasa sulit,” kata Mahfud. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah Putra menilai, niat Haikal itu potensial menyulut tumbuh suburnya intoleransi beragama. “Statement itu tidak benar, jauh dari kesan menghadirkan negara untuk mengurus negara, tetapi negara mengurus urusan kelompok tertentu,” kata Dedi.

HUKUM

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengeluarkan putusan mengenai pemakaian jet pribadi oleh Kaesang Pangarep dan istrinya, Erina Gudono. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Jumat kemarin menjelaskan, Tim Direktorat Gratifikasi telah selesai menganalisis dugaan gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi tersebut. Hasilnya, itu bukan termasuk perbuatan gratifikasi.

Ghufron beralasan, itu bukan gratifikasi karena Kaesang yang anak presiden ke-7 Indonesia itu, bukan penyelenggara negara, dan sudah hidup terpisah dari orang tuanya.

Kasus ini berawal dari aksi Erina pamer foto jendela pesawat di media sosial, 21 Agustus 2024. Belakangan diketahui, ia dan suaminya naik jet pribadi milik Garena Online (Private) Ltd, untuk ke Amerika Serikat. Dosen UNJ, Ubaidillah Badrun, dan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkannya sebagai gratifikasi ke KPK. Dari awal, KPK sudah terkesan maju-mundur untuk menangani kasus ini, hingga kemudian Kaesang datang memberi klarifikasi ke KPK.

Alasan bahwa itu bukan gratifikasi karena yang bersangkutan bukan penyelenggara negara, sebenarnya sudah muncul di awal-awal isu itu muncul. Ada perdebatan juga di antara pimpinan KPK. Nurul Ghufron berpendapat, itu bukan gratifikasi karena diperoleh bukan penyelenggara negara, sementara Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata menilai, itu pasti ada keterkaitan dengan penyelenggara negara.

Memang yang disebut dalam Pasal 12B UU No. 20/2001 tentang Tipikor hanya pegawai negeri atau penyelenggara negara. Tapi, argumentasi Nawawi dan Alex cukup kuat. Pada praktiknya, gratifikasi bisa diberikan secara langsung ataupun tidak langsung melalui keluarga atau orang dekat penyelenggara negara.

Putusan KPK tentang jet pribadi Kaesang itu berbahaya. Putusan itu bisa membuka celah suap lewat pihak ketiga. Potensi kejahatan ini makin menguatkan desakan untuk perluasan Pasal 12B UU Tipikor, tidak hanya bagi pegawai negeri/penyelenggara negara, tapi juga keluarga dan orang-orang dekatnya.

Penanganan dugaan gratifikasi Kaesang, juga Bobby Nasution pada kasus jet pribadi dan Blok Medan, memperlihatkan KPK tidak lagi independen. KPK akan “pakewuh” berhadapan dengan Presiden dan Wapres yang merupakan atasannya. Revisi UU KPK menjadi UU No. 19/2019 benar-benar memangkas independensi KPK, dengan menempatkan lembaga itu di bawah rumpun eksekutif dan status pegawainya menjadi ASN. Kasus Kaesang dan Bobby, juga menunjukkan urgensi dikembalikannya KPK menjadi lembaga independen.

EKONOMI

Perubahan skema penyaluran subsidi energi, khususnya BBM, dari subsidi berbasis komoditas menjadi subsidi langsung BLT, agaknya menjadi prioritas Prabowo. Sepuluh hari setelah dilantik, Rabu lalu, dia mengundang rapat terbatas (Ratas) dengan sejumlah menteri dan dirut badan usaha energi terkait subsidi energi. Hadir di ratas itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko, Dirut Pertamina Nicke Widyawati, dan Dirut PLN Darmawan Prasodjo.

Menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, Prabowo minta supaya penyaluran subsidi energi dikaji dan dipertajam agar lebih tepat sasaran, tepat penerima, dan tepat alokasinya. Ia memperjelas lagi, pemerintah akan memberikan subsidi langsung kepada orang.

Penyaluran subsidi, terutama energi, memang pelik. Di setiap periode pemerintahan, penyaluran subsidi, terutama BBM, selalu menjadi masalah. Isunya sama saja: tepat sasaran atau tidak.

Sebelumnya, Penasihat Presiden Urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, ada dua opsi skema subsidi energi yang bisa diterapkan. Pertama, perubahan skema dari berbasis produk menjadi BLT. Ini akan membuat harga BBM naik hingga mencapai nilai keekonomian. Kedua, skema subsidi diubah dengan sistem kuota, alias subsidi masih diberikan pada jenis produknya, namun perlu ada pemutakhiran data masyarakat yang memang berhak membeli produk energi yang disubsidi.

Opsi kedua yang diajukan Purnomo sudah hampir dilaksanakan pada pemerintahan Jokowi. Namun ditunda-tunda terus. Pertama, Luhut Pandjaitan menyebut akan dilaksanakan 17 Agustus 2024, tapi batal. Lalu, Bahlil bilang 1 Oktober 2024. Itupun dibantah Presiden Jokowi. Kini yang muncul adalah skema BLT.

Mungkin BLT akan lebih tepat sasaran. Mungkin. Tapi yang harus diingat, subsidi energi, terutama BBM terkait langsung dengan biaya logistik. Jika itu dicabut, dan subsidinya diubah langsung transfer ke masyarakat penerima manfaat, biaya logistik barang akan naik. Dan, itu akan memicu kenaikan harga barang, termasuk kebutuhan pokok. Apalagi, kalau jadi dilaksanakan 1 Januari 2025 sesuai UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12%.

Bagi masyarakat miskin, dampak kenaikan harga kebutuhan pokok akan sedikit teredam karena mereka mendapat beragam bantuan dan perlindungan sosial, termasuk BLT energi ini. Yang akan terpukul adalah kelas menengah, yang saat ini pun sudah megap-megap tertekan penurunan daya beli dan semakin terbatasnya lapangan kerja. Ini yang harus dipikirkan pemerintah saat mengkaji perubahan skema subsidi energi, terutama BBM.

TRENDING MEDSOS

1. LPDP trending di X, setelah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) menyebut akan melakukan kajian ulang manfaat dana Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Kemendikti Saintek, Stella Christie, menyebut pihaknya sedang memeriksa penggunaan dana LPDP, apakah dana yang mayoritas digunakan untuk mendanai program magister itu sudah optimal atau belum dalam menciptakan pendidikan yang berkeadilan dan berkualitas.

2. Kelas 12 trending di X, setelah viral video yang menunjukkan murid kelas 12 SMA jurusan IPA namun tidak bisa mengerjakan perhitungan matematika dasar yang umumnya diajarkan saat kelas 1 SD. Netizen ramai mengungkapkan rasa kecewanya terhadap sistem pendidikan Indonesia saat ini, yang dinilai kacau dan mengkhawatirkan.

SUMBER

BRIEF UPDATE
Kerjasama MAKPI dengan BDS Alliance
Sabtu, 2 November 2024

Avatar photo
Makpi Support
Articles: 392