David L. Dotlich dan Peter C. Cairo dalam buku Why CEOs Fail: The 11 Behaviors That Can Derail Your Climb to the Top – and How to Manage Them (2003) mengungkapkan bahwa kegagalan seorang pemimpin bukan hanya karena kurangnya kompetensi, tetapi sering kali karena jebakan karakter dan perilaku yang tampak sepele, namun berdampak fatal. Mereka menyebutnya sebagai 11 derailers, atau sebelas perilaku destruktif yang dapat membuat pemimpin kehilangan kepercayaan, kredibilitas, dan efektivitas.
1. Arogansi – Merasa Benar, Orang Lain Salah
Pemimpin arogan sulit mendengarkan masukan karena meyakini bahwa pandangan dan keputusan dirinya selalu paling benar. Hal ini menghambat kerja sama, merusak kepercayaan tim, dan menciptakan budaya organisasi yang kaku.
2. Melodrama – Selalu Ingin Jadi Pusat Perhatian
Pemimpin yang haus perhatian sering kali lebih fokus pada pencitraan daripada kinerja nyata. Mereka suka “membuat panggung” bagi dirinya sendiri, sehingga mengabaikan esensi kepemimpinan: mendorong orang lain untuk berkembang.
3. Volatilitas – Rentan Perubahan Suasana Hati
Pemimpin dengan emosi yang tidak stabil menciptakan ketidakpastian. Tim akan merasa cemas dan sulit bekerja jika pemimpinnya tidak konsisten, mudah marah, atau berubah-ubah dalam pengambilan keputusan.
4. Kehati-hatian Berlebihan – Takut Mengambil Risiko
Pemimpin yang terlalu hati-hati sering terjebak dalam analisis tanpa aksi. Ketakutan akan kesalahan membuat mereka lambat mengambil keputusan penting, sehingga organisasi kehilangan momentum.
5. Ketidakpercayaan yang Berlebihan – Fokus pada Kesalahan
Pemimpin yang penuh kecurigaan tidak memberi ruang bagi timnya untuk berinisiatif. Fokus pada mencari kesalahan orang lain menciptakan budaya kerja yang defensif dan penuh ketegangan.
6. Keterasingan – Terputus dari Orang Lain
Beberapa pemimpin menjauhkan diri, merasa tidak perlu terlibat secara emosional dengan tim. Akibatnya, mereka kehilangan kepekaan terhadap aspirasi bawahan, yang berujung pada lemahnya dukungan internal.
7. Kenakalan – Percaya Aturan Dibuat untuk Dilanggar
Pemimpin tipe ini menganggap bahwa aturan hanyalah penghalang kreativitas, padahal melanggar aturan tanpa alasan jelas dapat menimbulkan krisis etika dan merusak reputasi organisasi.
8. Eksentrisitas – Asal Beda dari yang Lain
Menonjolkan diri dengan cara yang terlalu ekstrem membuat pemimpin tampak tidak realistis dan sulit dipahami. Eksentrisitas berlebihan memecah fokus tim dari tujuan utama.
9. Perlawanan Pasif – Tidak Konsisten Antara Kata dan Hati
Pemimpin pasif-agresif menghindari konfrontasi langsung. Mereka mungkin mengiyakan di depan, tetapi menolak di belakang layar. Hal ini menciptakan ketidakjelasan arah dan mengganggu koordinasi.
10. Perfeksionisme – Benar dalam Hal Kecil, Salah dalam Hal Besar
Pemimpin perfeksionis terjebak dalam detail kecil, sehingga kehilangan perspektif strategis. Akibatnya, mereka lambat dalam merespons perubahan besar yang memerlukan keputusan cepat.
11. Hasrat untuk Menyenangkan – Kontes Popularitas
Pemimpin yang terlalu ingin disukai semua orang cenderung menghindari keputusan sulit yang mungkin tidak populer. Mereka kehilangan otoritas karena lebih fokus menjaga citra dibanding hasil nyata.
Dotlich dan Cairo menekankan bahwa mengenali potensi kesalahan ini adalah langkah awal untuk menghindarinya. Pemimpin yang sukses bukanlah yang sempurna, tetapi yang mampu mengelola kelemahan diri, membuka ruang dialog, dan berani mengambil keputusan sulit dengan bijaksana.